TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Pramono Anung menyatakan keberatan Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai Rancangan Undang-Undang mengenai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana merupakan aspirasi publik. Dia meminta Komisi Hukum dan pemerintah yang sedang membahas RUU KUHAP mendengarkan aspirasi ini.
"Hal yang menjadi keberatan KPK menjadi perhatian kita semua," kata Pramono saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis, 20 Februari 2014. Dia mengaku memiliki pandangan sama dengan KPK ihwal rencana RUU KUHAP ini. (Baca juga: PKS Dinilai Ingin Balas Dendam).
Pramono mengatakan dengan kewenangan KPK seperti ini saja, korupsi masih banyak. Apalagi jika KPK tak memiliki kewenangan menyadap. Jika kewenangan penyadapan dihilangkan, dia tak yakin kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dan Chaeri Wardana berhasil diterungkap. "Korupsi sudah beranak-pinak dan sistematis," katanya.
Dia mengatakan saat ini KPK masih dibutuhkan untuk memberantas korupsi. Dia menilai, sebagai lembaga yang memperoleh mandat memberantas korupsi, KPK paling mengerti apa yang diinginkan. "KPK paling tahu apa yang menjadi kewenangan dia," ujarnya.
Di sisi lain, Pramono tak menampik jika RUU KUHAP penting untuk dibahas. Karena itu, dia meminta pembahasan KUHAP tetap dilanjutkan, tapi keberatan KPK seharusnya menjadi catatan. "Bahwa KUHAP menyentuh banyak hal, tidak hanya KPK," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini.
Sebelumnya, KPK mengirim surat ke presiden dan Ketua DPR berkaitan dengan keberatan pembahasan rancangan KUHAP. KPK berpandangan pembahasan KUHAP sebaiknya dilakukan pada DPR periode mendatang. Pemerintah dan Dewan sendiri tetap akan melanjutkan pembahasan sebelum Kementerian Hukum dan HAM menarik draf ini.
WAYAN AGUS PURNOMO
Terpopuler
Geram Ahok Soal Busway: Bus Rp 1 M Ditulis Rp 3 M
Jika di Surabaya, Mega Suka Ditraktir Risma
Bagaimana Metafisika Hitung Kemenangan Timnas U-19
Jokowi Mengaku Telepon Risma: Beliau Tak Mundur