TEMPO.CO, Semarang - Sebanyak 500 jemaah umroh dari berbagai daerah di Indonesia telantar saat menjalankan ibadah umroh. Mereka berangkat melalui Aman Tour dan Travel. Tumiran, 83 tahun, dan istrinya Sarmi, 76 tahun, warga Desa Tenggugu, Kecamatan Karas, Magetan, Jawa Timur, mengaku terlunta-lunta saat mengikuti paket umroh.
Cerita bermula ketika Tumiran bersama 41 warga asal Magetan mendaftar paket umroh yang dikoordinir oleh Pondok Pesantren Al Fatah, Desa Temboro, Karas, yang merupakan tetangga desa. Biaya umroh per orang Rp 21 juta. Dalam penyelenggaraan umroh, pihak pesantren bekerja sama dengan Aman Tour dan Travel Semarang. Dari Pesantren Al Fatah, mereka diberangkatkan ke Bandara Juanda, Surabaya, menuju Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, pada 29 Januari 2014. Di Juanda, mereka bertemu dengan calon jemaah lain dari Malang, Bojonegoro, hingga berjumlah 104 orang.
Sesampainya di Soekarno Hatta, mereka tak langsung diterbangkan menuju Jedah, Arab Saudi, tetapi menunggu hingga enam hari. Selama enam hari, mereka diinapkan dua hari di Hotel Serasi, Jalan Husein Sastranegara, Tangerang, lalu empat hari di rumah toko di sekitar bandara Soekarno Hatta.
Ketika sampai Jedah, mereka bertemu dengan rombongan lain yang juga dikoordinir oleh Aman Tour dan Travel Semarang dari beberapa daerah di Indonesia. Jumlahnya mencapai 500 orang.
Proses terlunta-lunta juga dialami saat di Arab Saudi, baik di Jedah, Madinah maupun Makkah. "Di Madinah kita harus pindah beberapa hotel," kata Tumiran, saat dihubungi Tempo, Selasa, 18 Februari 2014. “Selama umroh, kami harus empat kali pindah penginapan."
Tumiran dan rombongan baru kembali tiba di Bandara Soekarno Hatta pada Selasa siang, 18 Februari 2014. Jadi, total lama perjalanan mencapai 20 hari. “Padahal, awalnya hanya dijanjikan dua minggu,’ ujarnya. Ia menyayangkan sikap penyelenggara umroh yang tidak memenuhi janji. Buruknya pelayanan serta perjalanan yang melelahkan mengakibatkan sebagian jemaah jatuh sakit. Tumiran sendiri yang menderita gangguan jantung hanya membawa persediaan obat selama dua minggu.
Abdul Azis, menantu Tumiran, menjemputnya di Bandara Soekarno Hatta, lalu tidak mengizinkan Tumiran dan istrinya melanjutkan perjalanan pulang ke Magetan yang oleh penyelenggara hanya disediakan bus. “Saya harus memeriksakan kesehatan mertua yang sempat terputus minum obat,” ujarnya saat perjalanan menuju Rumah Sakit Puri Cinere. Azis tinggal di Pondok Labu, Cinere, Jakarta.
Prihatin atas nasib mertuanya yang tak kunjung pulang, sebelumnya Azis mencari informasi tentang Aman Tour dan Travel ke Kementerian Agama di Jalan Lapangan Banteng, Jakarta. Dari pihak Divisi Umroh diperoleh informasi jika Aman Tour dan Travel tidak terdaftar sebagai biro penyelenggara umroh di Kementerian Agama. “Saya disarankan melaporkan kejadian ini ke Kepolisian,” kata Azis. Di lain pihak, Tumiran merasa enggan untuk melaporkanke polisi dengan alasan yang penting sudah menjalankan umroh dan kembali di Indonesia.
Dalam penelusuran Tempo, Aman Tour dan Travel beralamat di Jalan Setiabudi No 208, Ngesrep, Semarang. Namun, ketika nomor telepon yang tertera dihubungi, ternyata alamat tersebut sudah menjadi rumah tinggal keluarga.
Kepala Kementerian Agama Wilayah Jawa Tengah, Khaerudin, mengatakan Aman Tour tidak pernah terdaftar di institusi yang ia pimpin. “Hanya ada lima biro perjalanan umroh yang terdaftar di Kementerian Agama Jawa Tengah,” ujarnya. “Tak ada nama Aman Tour," ucapnya.
Khaerudin menduga Aman Tour adalah cabang dari biro perjalanan umroh dari Jakarta atau kota lain. Ia menyatakan pihaknya hanya bisa menerima pengaduan tentang pelayanan biro perjalanan yang terdaftar. “Itulah kelemahan regulasi,” kata dia.
Dalam penelusuran Tempo, pada Maret 2012, sebanyak 28 warga Wonosobo, Jawa Tengah, gagal berangkat umroh karena tertipu oleh Aman Tour dan Travel. Padahal, mereka sudah sampai ke Bandara Ahmad Yani, Semarang.
SOHIRIN