TEMPO.CO, Jakarta - Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini memilih tak banyak bicara dalam dua pekan terakhir. Sempat nongol dalam wawancara penuh curhat di sebuah stasiun televisi nasional, Risma terlihat galau ketika memamerkan ruangan kerjanya di Surabaya. (baca:Curhat di Mata Najwa, Risma Jadi Trending Topics)
“Semua sudah aku ringkesin,” kata Risma kepada Tempo yang menemuinya, Rabu sore pekan lalu. “Aku sudah siap meninggalkan ruangan ini,” ucapnya.
Hampir seluruh meja kerjanya terlihat kosong. Lemari pakaian yang terletak di kamar bagian dalam ruang kerjanya, yang biasanya penuh, tinggal tersisa sehelai baju dinas warna hitam yang digantung. Tak ada lagi baju formal yang biasa disediakan sebagai pengganti. Selain kemeja hitam, tinggal satu tas kecil berisi mukena. Juga tiga topi model tentara yang dibungkus plastik bening di atas meja rias yang tersaput kabut debu.
Memimpin Kota Surabaya sejak Oktober 2010, Risma kini dilanda tekanan sejumlah kekuatan politik di ibu kota Jawa Timur itu. Seperti dilansir majalah Tempo edisi #Save Risma, salah satu tekanan justru datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang mengajukannya sebagai calon wali kota pada tiga tahun silam. (baca:Siapa Menggasak Surya-1)
Partai ini menyorongkan Wisnu Sakti Buana, Ketua PDIP Surabaya, sebagai wakil wali kota pengganti tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Risma. Lebih dari sekadar tak cocok, ada kepentingan bisnis di balik penetapan. (baca:Diramal Ahli Feng Shui, Wali Kota Risma: Mati Aku)
Risma menyatakan sama sekali tidak masalah jika harus mundur. “Saya sudah berikan semuanya,” kata satu dari tujuh kepala daerah terbaik pilihan Tempo 2012 ini. “Capek saya ngurus mereka, yang hanya memikirkan fitnah, menang-menangan, sikut-sikutan.” Ketika ditanya siapa yang dimaksud dengan “mereka”, ia tak menjawab.(baca:Diisukan Mundur, Risma: Ndak..Ndak..)
Budi Setyarso | Agus Supriyanto |Dewi Suci Rahayu | Agita Sukma Listyanti| Kukuh SW (Surabaya)