Tentang keterlibatan KY dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2014 ini, Harjono mengatakan bahwa checks and balances adalah suatu mekanisme yang diterapkan untuk mengatur hubungan antara kekuasaan legislatif dan eksekutif.
"Dalam praktek ketatanegaraan, seperti yang terjadi di Amerika Serikat, checks and balances diwujudkan dengan adanya hak veto oleh presiden terhadap undang-undang yang telah disahkan oleh Kongres. "Checks and balances tidak ditujukan kepada kekuasaan kehakiman karena antara kekuasaan kehakiman dan cabang kekuasaan yang lain berlaku pemisahan kekuasaan," kata Harjono.
Prinsip utama yang harus dianut oleh negara hukum ataupun rule of law state adalah kebebasan kekuasaan yudisial atau kekuasaan kehakiman. "Setiap campur tangan terhadap kekuasaan kehakiman dari lembaga negara apa pun yang menyebabkan tidak bebasnya kekuasaan kehakiman dalam menjalankan fungsinya, akan mengancam prinsip negara hukum," tuturnya.
Dalam negara hukum, Harjono melanjutkan, kekuasaan kehakiman bahkan mempunyai kewenangan untuk melakukan koreksi atas kekuasaan eksekutif dan kekuasaan legislatif. "Koreksi terhadap kekuasaan eksekutif dilakukan dalam kasus atau perkara tata usaha negara, yaitu kewenangan pengadilan tata usaha negara untuk menyatakan keputusan tata usaha negara sebagai batal karena bertentangan dengan undang-undang," dia menjelaskan. (Baca: MK Batalkan Undang-Undang Pengawasan MK)