TEMPO.CO, Bogor - Puluhan peserta konferensi konservasi macan tutul merumuskan upaya aksi perlindungan bagi hewan itu di Taman Safari Bogor, 29-30 Januari 2014. Hari ini rumusan akan diselaraskan dengan rencana strategi dan aksi Kementerian Kehutanan.
Konferensi ini berangkat dari keprihatinan para aktivis lingkungan dan wartawan terhadap nasib macan tutul yang terus menjadi korban dalam konflik dengan manusia. Sebagai hewan endemik yang hanya ada di Pulau Jawa, macan tutul kini menjadi pemangsa teratas (top predator) setelah harimau Jawa dinyatakan punah. Keberadaan macan tutul Jawa (Panthera pardus melas) menjadi indikator kelestarian alam.
Peneliti khusus macan tutul Jawa, Hendra Gunawan, mengatakan konflik macan dengan manusia cenderung meningkat sepanjang 2001-2012. Dari hasil risetnya, macan tutul di Jawa Tengah lebih terancam dibanding yang ada di Jawa Barat. "Jawa Tengah lebih rawan, sekitar 44 persen, karena 80 persen hutan produksi," katanya.
Rancangan strategi dan rencana aksi Kementerian Kehutanan untuk konservasi macan tutul Jawa terdiri dari enam bagian. Di antaranya mempertahankan keberadaan macan tutul di alam, pemantauan di lapangan, konservasi di ex-situ seperti kebun binatang, dan pendanaan konservasinya.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan konservasi macan tutul Jawa harus melibatkan semua pihak, seperti pemerintah hingga masyarakat. "Jawa tanpa macan tutul dan badak, kerugiannya tidak terkira," ujarnya.
Konferensi tersebut melibatkan Forum Konservasi Satwaliar Indonesia (FOKSI), Kementerian Kehutanan RI, dan Taman Safari Indonesia (TSI), bekerja sama dengan Conservation Breeding Specialists Group (CBSG)-Indonesia Program, Perkumpulan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), dan Forum Harimau Kita.
ANWAR SISWADI