Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mencoba Wisata Ciu di Banyumas

image-gnews
Bahan pembuat minuman keras oplosan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Bahan pembuat minuman keras oplosan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Iklan

TEMPO.CO, Purwokerto - Pada tegukan pertama, rasanya cukup pahit. Di tenggorokan terasa panas. Menjalar hingga rongga dada. Tak sampai lima menit, kepala terasa melayang. Langit seakan berputar.

Ciu Banyumas selama ini dikenal sebagai minuman keras lokal yang cukup populer di daerah itu. Meski dijual sembunyi-sembunyi, peredarannya cukup luas bahkan hingga kalangan mahasiswa yang berkantong cekak. "Ciu merupakan minuman segala umat," ujar Wahyu, salah seorang penggemar Ciu Banyumas, Jumat (17/1).

Bagi dia, ciu merupakan "jamu" yang cocok diminum saat berkumpul dengan teman-temannya. Terutama saat musim penghujan, ciu bisa dijadikan minuman penghangat badan.

Dari sisi ideologis, kata Wahyu, menenggak ciu bukan hanya sekedar gaya hidup. "Tapi ini perlawanan terhadap hegemoni Barat atas maraknya produk minuman keras yang beredar di Indonesia," katanya.

Menurut dia, minuman keras lokal seperti Ciu Bekonang, Ciu Banyumas dan Arak Bali merupakan tradisi bangsa yang harus dilestarikan. Budaya minum ciu, kata dia, bukan sekedar untuk hura-hura dan mabuk-mabukan, tapi untuk meningkatkan solidaritas.

Di kalangan mahasiswa, ciu merupakan minuman yang cukup digemari. Mahalnya minuman keras berlabel, menjadi salah satu pemicunya. Merasa tak mampu masuk ke pub yang menjual minuman keras, mereka lebih memilih ciu yang harganya cukup terjangkau. "Biasanya malam minggu, kalau sedang ngumpul bersama teman-teman," kata Febri, salah satu mahasiswa perguruan tinggi di Purwokerto.

Ia biasa mendapatkan ciu dari salah satu penjual yang biasa beroperasi di dekat kampusnya. Dibandingkan dengan membeli minuman beralkohol impor, ia lebih memilih ciu karena kualitasnya tidak jauh beda.

Ciu Banyumas selama ini banyak diproduksi di Desa Cikakak, Windunegara dan Wlahar Kecamatan Wangon Banyumas. Di dua desa tersebut, ciu merupakan suguhan bagi tetamu. "Setengah gelas saja sudah cukup, tak perlu banyak-banyak," kata Jasmin, Kepala Desa Wlahar.

Bagi warga setempat, minuman itu merupakan jamu untuk penyehat badan. Tak jarang ditemui, penderes kelapa yang sehari-hari harus memanjat pohon kelapa, harus meminum barang segelas sebelum melakukan aktivitasnya.

Untuk melihat proses pembuatan minuman ini tidaklah mudah. Perajin ciu di desa itu selalu curiga jika ada orang lain datang hanya sekedar untuk melihat prosesnya. Mereka takut, usahanya itu akan diketahui polisi.

Pun ketika Tempo melihat dapur pembuatan ciu, perajinnya justru kabur entah kemana. Dapur itu dibiarkan begitu saja, meskipun api di tungku pembuatan masih menyala. Beruntung, Tempo bisa menemui salah satu perajin yang mau menerangkan cara pembuatan ciu, minuman penghangat suasana. "Kami sudah membuatnya sejak zaman Belanda," kata Siyem, 40 tahun.

Ia mengatakan, perajin ciu rata-rata merupakan ibu rumah tangga. Kaum lelaki, kata dia, bertugas untuk mencari bahan baku dan menjual ciu ke beberapa tempat. Praktis, semua urusan di dapur pembuatan ciu dilakukan oleh kaum perempuan.

Dapur ciu rata-rata terletak di belakang rumah. Bangunannya setengah terbuka dengan pagar dari anyaman bambu. Di dalam dapur ada tungku untuk memasak bahan baku ciu, semacam alat destilasi. Tong besar dengan volume 130 liter digunakan untuk mencampur gula merah, tape, air dan bibit ciu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Abas Supriyadi, Kepala Dusun 3 Desa Wlahar yang mengaku penggemar berat ciu menuturkan, ciu Banyumas hampir sama dengan ciu Bekonang di Solo. "Kadar alkoholnya bervariasi, mulai dari 20 persen hingga 70 persen," katanya.

Ia mengatakan, setiap harinya, satu instalasi penyulingan memerlukan bahan baku 30 kilogram gula merah, 50 liter omplong semacam sisa fermentasi pada proses sebelumnya, 2 kilogram tape singkong, dan 50 liter air.

Bahan-bahan itu disimpan selama satu minggu. Adonan yang dimasukkan ke dalam tong itu, harus diaduk. Setelahnya baru masuk proses penyulingan. Adonan dimasukkan ke panci alumunium, dipanaskan tanpa boleh mendidih dengan tungku kayu, dan uap airnya disalurkan melalui pipa tembaga. Setetes demi setetes hasil penyulingan ditampung dalam toples isi 3 liter yang akan penuh setiap 4 jam.

Di pasaran, harga ciu bervariasi tergantung dari tinggi rendahnya kadar alkohol. Ciu dengan alkohol berkadar 20 persen, dijual dengan harga Rp 15 ribu. Sementara untuk ciu dengan kadar alkohol 50 persen, dijual Rp 20 ribu dan kadar 70 persen dijual Rp 35 ribu per liter.

Untuk menjualnya, mereka menggunakan sel tertutup. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjual ciu di daerah Banyumas dan daerah tetangga lainnya. Seringkali, penjual harus balik kanan tak jadi menjual ciu gara-gara takut ditangkap polisi.

Madari, 60 tahun, mengatakan ia sudah puluhan tahun, menggeluti pekerjaan sebagai perajin ciu tradisional. Bahkan, katanya, kakeknya dulu pun menjadi perajin tersebut dan telah memulainya sejak zaman penjajahan Belanda. "Umur kerajinan ciu di sini, lebih tua dibandingkan dengan usia saya sekarang," ujarnya.

Baginya, meski sembunyi-sembunyi, hasil kerajinan itulah yang nyata-nyata memberikan penghasilan. Ciu hasil dari Desa Wlahar masih tetap diminati oleh pembeli, meski dia mengaku tidak tahu pembeli yang datang ke tempatnya menjual ke mana. "Biasanya pembeli yang datang ke sini sudah saling kenal. Begitu datang, langsung masuk dan tidak berapa lama pergi lagi. Yang penting tidak diminum di sini, itu syarat utamanya. Jangan sampai kami juga kena masalah," katanya.

Dalam sehari, dia mampu membuat ciu sebanyak 30-40 liter dengan kadar alkohol sekitar 40-50 persen. Dengan menggeluti pembuatan ciu tersebut, dia mendapatkan hasil Rp 400 ribu per hari. Sebuah hasil yang sangat menggiurkan bagi warga desa Wlahar.

Kepala Desa Wlahar, Jasmin mengatakan, perajin ciu di desanya mencapai 400 orang dari 1.000 kepala keluarga. "Hampir semua warga di sini merupakan perajin ciu," katanya.

Selain Desa Wlahar, desa lainnya yang juga membuat ciu yakni Windunegara dan Cikakak. Ketiga desa tersebut dikenal dengan istilah segitiga emas produsen ciu.


ARIS ANDRIANTO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Kapolres Bekasi Minta Pemda Bikin Perda Miras, Alasannya?

6 Desember 2019

Ribuan barang bukti botol miras yang akan dimusnahkan di halaman Reskrimum, Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat, 21 Desember 2018. Selama Operasi Pekat Jaya 2018 total ada 1.474 kasus yang berhasil ditangani.  TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Kapolres Bekasi Minta Pemda Bikin Perda Miras, Alasannya?

Kapolres Bekasi Kota Kombes Pol Indarto meminta pemda membuat peraturan daerah atau Perda yang mengatur soal miras atau minuman keras.


Pemerintah Kota Bogor Razia Miras di 2 Lokasi, Hasilnya?

22 November 2019

Petugas kebersihan membersihkan sisa botol minuman keras (miras) ilegal usai dimusnahkan sebanyak 18.174 botol di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Senin, 27 Mei 2019. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Pemerintah Kota Bogor Razia Miras di 2 Lokasi, Hasilnya?

Kepala Dinas UMKM dan Satpol PP Kota Bogor menyisir beberapa kios yang disinyalir menjual miras di sekitar dua taman di Kota Bogor.


Kapolsek Pemberi Miras ke Mahasiswa Papua Dinonaktifkan

23 Agustus 2019

Mahasiswa menunjukan dus berisi minuman beralkohol hadiah dari polisi saat aksi unjuk rasa Ikatan Mahasiswa Tanah Papua dan Solidaritas Peduli Kemanusiaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis 22 Agustus 2019. Mahasiswa Papua menolak dan mengembalikan dua dua minuman beralkohol sumbangan dari polisi serta mengecam tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk rasisme aparat negara pada mereka. TEMPO/Prima Mulia
Kapolsek Pemberi Miras ke Mahasiswa Papua Dinonaktifkan

Kapolda Jawa Barat meminta maaf kepada mahasiswa Papua yang merasa tersinggung atas pemberian dua kardus minuman keras itu.


Polisi: Beri Miras ke Mahasiswa Papua Bandung Inisiatif Pribadi

23 Agustus 2019

Mahasiswa mengembalikan dus berisi minuman beralkohol saat aksi unjuk rasa Ikatan Mahasiswa Tanah Papua dan Solidaritas Peduli Kemanusiaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis 22 Agustus 2019. Mahasiswa Papua menolak dan mengembalikan dua dua minuman beralkohol sumbangan dari polisi serta mengecam tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk rasisme aparat negara pada mereka. TEMPO/Prima Mulia
Polisi: Beri Miras ke Mahasiswa Papua Bandung Inisiatif Pribadi

Polda Jawa Barat sudah memeriksa polisi yang memberikan miras ke mahasiswa Papua Bandung.


Propam Usut Polisi Beri Miras ke Mahasiswa Papua Bandung

23 Agustus 2019

Mahasiswa menunjukan dus berisi minuman beralkohol hadiah dari polisi saat aksi unjuk rasa Ikatan Mahasiswa Tanah Papua dan Solidaritas Peduli Kemanusiaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis 22 Agustus 2019. Mahasiswa Papua menolak dan mengembalikan dua dua minuman beralkohol sumbangan dari polisi serta mengecam tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk rasisme aparat negara pada mereka. TEMPO/Prima Mulia
Propam Usut Polisi Beri Miras ke Mahasiswa Papua Bandung

Propam Polda Jawa Barat mengusut pemberian miras ke mahasiswa Papua oleh polisi.


Miras untuk Mahasiswa Papua Bandung, Polisi: Ini Minuman Penyegar

23 Agustus 2019

Mahasiswa menunjukan dus berisi minuman beralkohol hadiah dari polisi saat aksi unjuk rasa Ikatan Mahasiswa Tanah Papua dan Solidaritas Peduli Kemanusiaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis 22 Agustus 2019. Mahasiswa Papua menolak dan mengembalikan dua dua minuman beralkohol sumbangan dari polisi serta mengecam tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk rasisme aparat negara pada mereka. TEMPO/Prima Mulia
Miras untuk Mahasiswa Papua Bandung, Polisi: Ini Minuman Penyegar

Polisi diduga memberikan miras ke Mahasiswa Papua di Bandung.


Polisi di Bandung Diduga Beri Miras Topi Koboi ke Mahasiswa Papua

23 Agustus 2019

Minuman beralkohol yang diberikan oleh polisi untuk mahasiswa saat aksi unjuk rasa Ikatan Mahasiswa Tanah Papua dan Solidaritas Peduli Kemanusiaan di Bandung, Jawa Barat, Kamis 22 Agustus 2019. Mahasiswa Papua menolak dan mengembalikan dua minuman beralkohol sumbangan dari polisi serta mengecam tindakan tersebut sebagai salah satu bentuk rasisme aparat negara pada mereka. TEMPO/Prima Mulia
Polisi di Bandung Diduga Beri Miras Topi Koboi ke Mahasiswa Papua

Mahasiswa Papua di Bandung marah karena polisi memberikan miras kepada mereka. Pemberian ini dianggap merendahkan.


Promosikan Miras Sophia, Wagub NTT: Lebih Hebat dari Vodka

28 Juni 2019

Pemerintah NTT segera meluncurkan minuman keras atau miras khas daerah itu yang diberi nama Sophia (Sopi asli).
Promosikan Miras Sophia, Wagub NTT: Lebih Hebat dari Vodka

Ada beberapa jenis Sophia dengan ukuran kecil dan besar dengan kadar alkohol antara 35-40 persen.


Gubernur NTT Pastikan Tata Niaga Miras Sophia Bakal Diatur

20 Juni 2019

Pemerintah NTT segera meluncurkan minuman keras atau miras khas daerah itu yang diberi nama Sophia (Sopi asli).
Gubernur NTT Pastikan Tata Niaga Miras Sophia Bakal Diatur

Tata niaga minuman tradisional NTT yang mengandung alkohol, Sophia, akan diatur khusus.


Produk Miras Sophia Berkadar 40 Persen Alkohol Resmi Diluncurkan

19 Juni 2019

Ilustrasi minuman alkohol (pixabay.com)
Produk Miras Sophia Berkadar 40 Persen Alkohol Resmi Diluncurkan

"Rencananya ada tiga jenis Sophia yang dihasilkan, tetapi saat ini baru dua."