TEMPO.CO, Pangkalpinang - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, menolak permohonan justice collaborator yang diajukan Kepala Lembaga Permasyarakatan Tua Tunu Pangkalpinang untuk dua pejabat di Pemerintah Kota Pangkalpinang. Keduanya adalah terpidana korupsi pembebasan lahan rusunawa.
Kedua terpidana tersebut adalah Syafiudin dan H. Abdullah Abdulrahman yang masing-masing sudah diganjar hukuman lima tahun penjara.
Baca Juga:
"Permohonan ditolak karena tidak memenuhi persyaratan yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Pengajuan justice collaborator hanya bisa dilakukan jika kasus tersebut masih dalam proses. Bukan sudah mendapat kekuatan hukum tetap," ujar pelaksana harian Kepala Kejari Pangkalpinang Robert Sitinjak kepada Tempo, Kamis, 16 Januari 2014.
Ia mengaku bingung mengapa Kepala Lapas Tua Tunu mengajukan kedua terpidana itu untuk menjadi justice collaborator. "Ini semacam tidak mengerti peraturan. Atau patut diduga ada permainan untuk mengurangi masa tahanan kedua terpidana. Kayak ada udang di balik bakwan," ujar dia.
Menurut dia, justice collaborator hanya bisa diajukan apabila suatu kasus masih dalam proses dan belum mendapat putusan dari pengadilan.
"Justice collaborator adalah pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum di tingkat penyidikan dan penuntutan yang bertujuan mengungkap suatu kasus. Sedangkan kedua terpidana ini tidak pernah mau bekerja sama selama proses kasus tersebut. Bahkan denda dari putusan pengadilan juga belum dibayar," ujar dia.
Kasus korupsi proyek APBD Kota Pangkalpinang tahun 2008 tersebut bermula saat Dinas Pertanahan mendapat alokasi dana Rp 10 miliar untuk pembebasan lahan pembangunan rusunawa. Lahan tersebut dibeli dari Musa, warga setempat, seharga Rp 750 juta. Namun dalam laporan kedua terpidana, disebutkan bahwa harga lahan tersebut adalah Rp 1,2 miliar.
SERVIO MARANDA