TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Pramono Edhie Wibowo, tak sepakat dengan Anas Urbaningrum, bekas ketua umum Demokrat, yang menyatakan penahanan dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah hadiah tahun baru dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ucapan ini dilontarkan Anas persis sebelum ditahan KPK, Jumat pekan lalu.
Menurut ipar SBY ini, penahanan Anas oleh KPK bukan "kado tahun baru" dari SBY. "Kalau kado itu biasanya dibungkus, dikasih pita, gitu," kata Pramono, di acara Temu Kader Partai Demokrat DKI Jakarta, di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa malam, 14 Januari 2014.
Dia mengatakan, sebuah kado biasanya diberikan seseorang dengan senang hati kepada orang lain yang dihormati atau disayangi. "Misalnya saya punya anak, ulang tahun, kado saya siapkan, saya bungkus rapi. Bukan dengan emosi dan hati yang panas," kata Pramono.
Soal kemungkinan Anas menyeret Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas, putra bungsu SBY, dalam pusaran kasus korupsi yang dihadapinya, Pramono enggan berkomentar. "Silakan tanyakan ke Mas Anas. Silakan tanyakan ke KPK. Jangan kita memprediksi," ujarnya.
Salah satu peserta konvensi calon presiden Demokrat ini justru berharap Anas berkonsentrasi menghadapi permasalahan hukum yang dihadapi. "Silakan disampaikan di sana (KPK) semuanya, sedangkan Demokrat tetap maju ke depan," kata Pramono.
Anas ditahan KPK Jumat pekan lalu. Sebelum masuk mobil tahanan, Anas sempat berterima kasih kepada SBY. Dia pun mengucapkan terima kasih kepada Ketua KPK Abraham Samad yang menandatangani surat penahanan. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada penyidik dan penyelidik KPK. "Di atas segala itu, saya mengucapkan terima kasih kepada Pak SBY," ujar Anas. "Dengan penahanan ini bisa menjadi punya arti dan makna serta menjadi hadiah di tahun baru 2014."
Anas ditahan sebagai tersangka dalam dugaan penerimaan hadiah terkait dengan proyek Hambalang. Dalam persidangan, terdakwa dugaan korupsi proyek Hambalang, Deddy Kusdinar, Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Muhammad Arief Taufiqurrahman, mengatakan Anas mendapat fulus Rp 2,2 miliar dari perusahaannya.
Uang ini diduga digunakan untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat pada 2010 di Bandung. Uang tersebut diduga digunakan untuk membeli BlackBerry yang dibagi-bagikan kepada pengurus Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Demokrat di daerah-daerah dan juga dibagikan secara tunai kepada pengurus DPC.
KPK menyangka Anas melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana. Dengan sangkaan ini, Anas terancam hukuman penjara 4 tahun hingga 10 tahun dan pidana denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miiliar.
PRIHANDOKO
Berita terpopuler
Anas Ditahan, Dosen Unair Meminta Maaf
Mahfud Mengaku Heran Atas Pemilihan Akil Mochtar
Jokowi Kaget Blusukan 'Dikuntit' Caleg PDIP
Di Tahanan, Anas Urbaningrum Banyak Puasa
Perempuan Arab Saudi Dilarang Main Ayunan