TEMPO.CO, Surabaya - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menangkap terhukum kasus korupsi pengadaan mesin pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Bendungan Kalibumi Nabire senilai Rp 21 miliar. Penangkapan terhadap Direktur PT Utama Prima Mandiri, Mochtar Thayf, itu dilakukan Senin pagi, 6 Januari 2014.
Informasi ihwal penangkapan itu dibenarkan oleh Sandiman Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Endra Pranubakti. Selanjutnya, Mochtar diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi Papua. "Pagi pukul 10.38, kami serahkan terpidana kepada Kejati Papua," kata Endra, Senin, 6 Januari 2014.
Baca Juga:
Kasi II Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Papua, Abdul Hakim, mengatakan kasus yang membelit Mochtar terjadi pada 2007. Saat itu, Mochtar melalui perusahaannya, PT Utama Prima Mandiri, bersama Pemerintah Kabupaten Nabire membuat konsorsium pengadaan genset dengan iming-iming menyumbang pendapatan asli daerah sebesar Rp 600 juta tiap bulan atau Rp 6 miliar setahun.
Genset itu rencananya digunakan untuk memulihkan energi listrik di Kabupaten Nabire yang sempat rusak pascagempa pada 2006. Proyek pengadaan genset berjumlah empat unit itu bernilai total Rp 31 miliar. Sebanyak Rp 21 miliar berasal dari Pemerintah Kabupaten Nabire, sisanya dari konsorsium.
Namun, baru berjalan tiga bulan, salah satu genset tidak berfungsi. Bahkan, setoran bulanan yang dijanjikan pun tidak pernah masuk dalam PAD. "Setelah dipasang, ternyata cuma berjalan 3 bulan. Dari 4 genset itu, satu rusak. Setoran ke pemda juga tidak ada," kata Hakim.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa proyek pengadan genset ini tidak ditenderkan dan tidak dimuat dalam peraturan daerah. Dalam kasus ini, selain Mochtar, empat orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka. Yakni, mantan Ketua DPRD Nabire Daniel Butu yang saat ini mengajukan banding setelah divonis 2 tahun, mantan Sekretaris Daerah Ayub Kayame yang baru menjalani masa sidang, mantan Asisten II Pemkab Nabire Umar Katjili, serta mantan Bupati Nabire APM Youw yang masih dalam tahap penyidikan.
Mochtar divonis penjara 8 tahun pada 2012 dan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Papua. Selama proses persidangan berjalan, Mochtar selalu hadir. Namun, penahanannya ditangguhkan karena dia mengaku sakit dan hanya dikenai tahanan kota. Pada 16 September 2013, Pengadilan Tinggi menolak banding Mochtar.
Sejak hari itu pula, Mochtar dinyatakan sebagai buron. "Kami hubungi yang bersangkutan, nomor HP-nya tidak aktif. Jadi dari September itu dia buron," kata Abdul Hakim.
Kejaksaan Tinggi Papua akhirnya mencari Mochtar hingga ke tempat tinggalnya di perumahan IKIP Gunung Anyar, Surabaya, pada 2 Januari 2014. Tapi, waktu itu Mochtar sedang berlibur bersama keluarganya ke Jakarta. Hingga akhirnya, Mochtar ditangkap hari ini.
AGITA SUKMA LISTYANTI