TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Boy Rafly Amar, membantah jika Polri disebut mengedepankan upaya kekerasan dalam membekuk kelompok yang diduga sebagai teroris. Dia juga membantah aksi penggerebekan di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, merupakan upaya Polri untuk mengeksekusi kelompok teroris.
"Kami menegakkan hukum bagi pelaku teror di Indonesia," kata Boy dalam jumpa pers di kantornya, Jumat, 3 Januari 2014.
Menurut Boy, penggerebekan yang terjadi pada malam pergantian tahun lalu sudah sesuai prosedur. Anggota Detasemen Khusus Antiteror 88 tidak begitu saja menembak para teroris. Seusai mengepung tempat persembunyian teroris, anggota Densus melakukan upaya negosiasi terlebih dahulu. Tujuannya agar kelompok teroris mau menyerahkan diri tanpa perlawanan. "Saya pernah jadi kepala bagian negosiasi di Densus 88, jadi saya tahu betul prosedurnya," kata Boy.
Detasemen Khusus 88, dia melanjutkan, sejatinya ingin menangkap pelaku teror hidup-hidup. "Walau pelaku teror, kami ingin selamatkan mereka," kata Boy. "Tapi jalan mereka berbeda, mereka mungkin kehilangan harga diri kalau menyerah."
Selain itu, Polri tak ingin kecolongan dengan serangan kelompok teroris. Sebab, mereka adalah orang-orang yang berani mati demi ideologinya. "Sudah berapa rekan kami yang tewas karena mereka," Boy menegaskan.
Rabu dinihari lalu, Kepolisian menggerebek teroris di rumah kontrakan di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan. Dalam penggerebekan ini, enam terduga teroris meninggal. Mereka antara lain Daeng alias Dayat Hidayat, Nurul Haq alias Dirman, Oji alias Tomo, Rizal alias Teguh alias Sabar, Hendi, dan Edo alias Amril.
INDRA WIJAYA
Berita Terpopuler:
Artidjo: Saya Ingin Hukum Mati Koruptor, tapi....
Album Baru, Beyonce Rekam 80 Lagu
Titip Doa Berbayar, Ahmad Gozali Akui Salah
Bekas Kombatan Timtim Sumbang PAN Rp 500 Juta
US$ 45 Juta Disiapkan untuk Simulator Sukhoi