TEMPO.CO, Jakarta - Pasca-penggerebekan teroris di sebuah rumah kontrakan di Kampung Sawah, Ciputat, Tangerang Selatan, pada malam tahun baru lalu, polisi menemukan sejumlah besar uang. Jumlahnya cukup besar, sekitar Rp 500 juta. "Terdiri dari pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu," kata Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar.
Bukan kali ini saja kawanan teroris mempunyai dana besar dalam setiap aksinya. Sejak Bom Bali I, operasi kawanan teroris membutuhkan dana besar dari bermacam-macam sumber. Bahkan, Pusat Pelaporan dan Analisa Keuangan (PPATK) sejak 2004 sampai 2009 sudah mencium 68 transaksi keuangan dilakukan pelaku terorisme lewat sistem perbankan.
BOM NATAL 2000
Peristiwa peledakan bom malam Natal 2000 didorong oleh konflik Ambon. Edy Setyono, terpidana seumur hidup kasus bom tersebut, mengatakan aksi ini dijadikan shock therapy agar kisruh di Ambon segera berakhir. “Konflik di Ambon tak kunjung selesai. Kami berpikir membuat gebrakan di Jakarta untuk menakuti mereka agar berhenti," kata Edy.
Tersangka utama peledakan bom malam Natal, Umar Patek. Aksi pada 24 Desember 2000 itu sasarannya Gereja Katedral Jakarta, Gereja Kanisius, Gereka Oikumene Halim, Gereja Santo Yosep, Gereja Koinonia Jatinegara dan Gereka Anglikan.
Umar Patek dalam pesidangan mengaku mendapat sokongan dana dan strategi dari Dulmatin, Imam Samudera, Muklas, serta Hambali. Mereka melakukan pertemuan untuk merancang aksi sebulan sebelum peledakan.