TEMPO.CO, Malang - Ketua Paguyuban Mitra Kelola Wanawisata Pantai Goa Cina, Desa Sitiarjo, Sumbermajing Wetan, Malang, Maryono mengaku sempat keberatan dengan kegiatan Kemah Bakti Desa (KBD) yang diselenggarakan mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang. Keberatan itu dia sampaikan pada saat rapat di kantor Desa Sitiarjo.
Ia menceritakan, pada Ahad, 6 Oktober 2013, rapat digelar di kantor desa setempat. Rapat dihadiri antara lain oleh aparat Kepolisian Sektor Sumbermanjing Wetan, Polisi Air-Udara Sendangbiru, Angkatan Laut, dan dosen ITN. Maryono dianggap menghambat kegiatan karena menolak kegiatan KBD di lokasi pantai. Kepala desa pun menyalahkan Maryono.
"Saya dibilang 'goblok' oleh kepala desa. Saya menolak kegiatan kemah karena bunyi izin dari desa untuk bertemu warga, tapi kok malah ditempatkan di hutan. Padahal tidak ada izin kegiatan di pantai. Ini kan wilayah Perhutani, kalau terjadi apa-apa, nanti saya dan anak buah saya yang disalahkan," kata Maryono, Jumat, 13 Desember 2013.
Salah seorang panitia kemah, Natalia Damayanti, kata Maryono, dalam olah tempat kejadian perkara Kamis kemarin, 12 Desember 2013, mengakui bahwa foto-foto yang ramai dibicarakan di media sosial, seperti menendang dan menginjak, benar foto-foto kegiatan KBD. "Tapi hanya sekadar guyonan dan tidak ada tindak kekerasan. Tidak mungkin kami pukul orang lalu kami dokumentasikan. Tidak mungkin pembunuh mendokumentasikan kejahatan sendiri," kata Natalia seperti ditirukan Maryono.
Natalia juga membantah ada darah keluar dari mata Fikri. Darah itu, kata dia, keluar dari mulut korban karena korban mengalami dehidrasi saat dibawa ke Puskesmas Sitiarjo pada Sabtu, 12 Oktober 2013. Karena guncangan di jalan, darah mengalir ke mata.
Baca Juga:
Dia mengakui bahwa panitia memang memerintahkan sejumlah mahasiswa baru untuk push-up dan berguling-guling di tanah sebagai hukuman karena mereka tak hafal lagu mars dan tidak kompak.
ABDI PURMONO