TEMPO.CO, Boyolali - Bupati Boyolali Seno Samudro dituding mengeluarkan pernyataan kontroversial saat memberi sambutan pada peringatan Hari Lahir Korpri pada 4 Desember 2013. Di hadapan pegawai negeri sipil yang menghadiri acara itu, dia mengklaim mampu menyediakan dana untuk kepentingan para pegawai negeri.
Bupati yang menjabat sejak 2010 ini meyakinkan para pegawai negeri bahwa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Boyolali 2014 sekitar Rp 1,5 triliun, dia bisa menyisihkan Rp 4,5 miliar. Uang itu bisa dipakai pegawai negeri untuk kredit sepeda motor, mobil, bahkan rumah.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Boyolali Turisti Hindriya mengatakan Seno tidak tahu tata cara penganggaran. "Semua perencanaan anggaran dan pencairan harus melalui DPRD. Kalau dia mengklaim bisa bagi-bagi anggaran, namanya melampaui kewenangan," katanya ketika dihubungi Tempo, Jumat, 13 Desember 2013.
Tak hanya itu, dia menilai Seno sudah melecehkan anggota Dewan. Sebab, tidak menganggap keberadaan legislatif sebagai penentu pencairan anggaran.
Dia juga mempertanyakan dasar Seno bisa mendapatkan uang Rp 4,5 miliar yang disebut dari hasil efisiensi. Menurut dia, dalam APBD, prinsipnya adalah serap habis. "Kalau ada SILPA (sisa lebih penggunaan anggaran), asalnya dari pendapatan yang melebihi target atau efisiensi belanja," ucapnya.
Efisiensi belanja yang dimaksud semisal sebuah proyek pagu anggarannya Rp 1 miliar, tapi hasil lelang memunculkan angka Rp 800 juta. "Kalau yang disampaikan Seno, berarti sedari awal dia merencanakan sebuah kegiatan yang tidak efisien. Lalu, saat pelaksanaan, dikurangi anggarannya dan dialihkan ke pos lain," katanya.
Menurut dia, pengalihan hasil efisiensi ke pos lain juga memerlukan persetujuan DPRD. Bupati tidak bisa langsung mengalihkan anggaran sekehendak hatinya. "Saya belum tahu apakah itu modus korupsi atau tidak. Yang jelas, tidak sesuai dengan aturan," katanya.
Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Boyolali Bramastya menilai, Seno tidak paham mana kewenangan eksekutif dan mana legislatif. "Ini otonomi daerah yang diterjemahkan berbeda," katanya.
Dia meminta DPRD Boyolali bersikap tegas dan menunjukkan posisinya sebagai mitra kerja eksekutif. Dia meminta para wakil rakyat tidak diam saja dan berani memanggil Seno untuk dimintai klarifikasi.
"Saya juga minta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi turun tangan dan menegur Seno. Kalau perlu, panggil Bupati Boyolali," ucapnya.
Turisti mengatakan akan segera merencanakan memanggil Seno. "Tapi saya juga minta Gubernur dan Mendagri turun tangan. Masalah ini butuh perhatian dari pemerintah provinsi dan pusat," katanya.
UKKY PRIMARTANTYO
Berita Lain:
Aset Melimpah dan Rumah Mewah Hercules
Tiga Kerugian Jika Jokowi Nyapres
Spesifikasi Wah Pesawat Presiden RI
Pemilik Vila Bayar Massa Penolak Pembongkaran?
Jadi Model Iklan, Jokowi: Saya Ganteng Enggak?
Tolak Ditilang, Pria Berserban Jadi Tersangka
Modus Hercules Memeras dan Mencuci Uang