TEMPO.CO, Malang - Organisasi Daerah Mahasiswa-Mahasiswi Tastura Lombok (MATUR) di Malang melakukan investigasi atas kematian mahasiswa Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Fikri Dolasmantya Surya, 20 tahun. Sejumlah saksi dimintai keterangan atas kekerasan yang menyebabkan tewasnya mahasiswa baru tersebut. "Delapan peserta telah memberikan kesaksian," kata koordinator mahasiswa asal Nusa Tenggara Barat, Lalu Haq Mustaqim, Senin, 9 Desember 2013. (Mahasiswa ITN Diduga Tewas Dipelonco)
Fikri, warga Jalan Sakura IV/17 BTN Sweta Mataram, Nusa Tenggara Barat, menjadi korban kekerasan para seniornya pada kegiatan Kemah Bakti Desa (KBD) 9-13 Oktober 2013 di Gua Cina, Kabupaten Malang. Pada Jumat malam, 11 Oktober 2013, panitia mengadakan acara Take Me Out yang dikemas seperti di layar televisi. Saat itu, Fikri diminta mengungkapkan keinginannya. Di hadapan para senior dan peserta KBD, Fikri mengatakan, "Saya akan melindungi kalian teman-teman, dari kekerasan Fendem."
Baca Juga:
Puncaknya, seusai kegiatan tersebut, peserta dibangunkan pukul 02.00 WIB. Mereka ditendangi dan dibentak-bentak. Sedangkan mahasiswi mendapatkan pelecehan seksual. Fikri dimasukkan ke dalam tenda, sedangkan mahasiswa lain dipaksa membelakangi senior. Mereka mendengar Fikri mengerang kesakitan setelah mengalami kekerasan.
"Kalau kau mau mati, mati saja kau. Biar dikubur di sini sekalian!" teriak seorang panitia seperti ditirukan Mustaqim. Lantas, Sabtu, 12 Oktober 2013, Fikri kelelahan hingga tak sadarkan diri saat mengikuti kegiatan menanam mangrove di sepanjang pantai. Selanjutnya, korban dibawa ke Puskesmas Sitiarjo untuk mendapatkan pengobatan. Namun, korban tewas saat dalam perjalanan.
Sekretaris Jurusan Planologi ITN, Arief Setiyawan, menyangkal terjadi kekerasan selama KBD, apalagi sampai menyebabkan Fikri tewas. Menurut Arief, Fikri kelelahan saat mengikuti tanam mangrove di pantai. Sebab, ia harus berjalan selama 30 menit dari perkampungan menuju pantai.
"Bobotnya 110 kilogram, mungkin dia kelelahan. Dia berhenti tiga kali sepanjang jalan," katanya. Fikri berulang kali mengeluh sakit kepada panitia. Namun, sakitnya berubah-ubah sehingga panitia mengabaikan keluhan itu. Padahal, jika sakit, peserta akan ditandai pita kuning di lengannya dan mendapat keringanan kegiatan.
Acara tersebut, katanya, merupakan kegiatan sosial. Di antaranya mengecat masjid, gapura, rumah warga, dan taman kanak-kanak. Peserta menginap di rumah penduduk untuk merasakan kehidupan warga di sekitar pantai yang hidup dalam kekurangan.
Ia mengakui bahwa di sela-sela kegiatan dilanjutkan kegiatan uji mental yang dilakukan para mahasiswa senior. Termasuk kegiatan Take Me Out yang dilakukan atas inisiatif para panitia. "Kegiatan itu yang dibesar-besarkan, seolah-olah panitia sengaja mengincar Fikri," katanya.
EKO WIDIANTO
Berita populer:
Artijo, Hakim 'Killer' di Mata Koruptor
Ini Koleksi Vila Para Jenderal di Citamiang
Tabrakan Kereta Ulujami Mirip Tragedi Bintaro
Kerusuhan Pecah di Little India Singapura