TEMPO.CO, Pakanbaru - Pengacara Rusli Zainal, Rudi Alfonso, protes kepada kejaksaan Riau karena bekas Gubernur Riau Rusli Zainal, terdakwa kasus PON Riau, dibawa ke pengadilan dengan menggunakan mobil tahanan umum.
"Kami ingin perlakuan yang sama terhadap terdakwa PON sebelumnya. Dia (Rusli) gubernur, tapi kenapa diberi mobil tahanan umum?" kata Rudi Alfonso seusai persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu, 20 November 2013.
Rudi juga mempertanyakan rompi KPK yang harus dipakai selama Rusli Zainal bersidang. "Perlakuan ini dinilai tidak adil karena terdakwa PON sebelumnya tidak menggunakan rompi KPK menjelang sidang," kata dia. (Baca: KPK Batal Sita Apartemen Istri Muda Rusli Zainal)
Selain itu, penahanan Rusli Zainal di Rumah Tahanan Kelas II B Pekanbaru dinilai tidak layak, apalagi satu blok dengan tahanan dedengkot geng motor Klewang. Padahal tahanan terdakwa PON lainnya dibedakan. "Kami akan melayangkan surat protes kepada kejaksaan. Kami tidak mau dianggap diam saja atas perlakuan ini," kata Rudi.
Rusli menjadi terdakwa dengan tiga dakwaan sekaligus. Yakni menerima suap dan memberikan suap pada saat pembahasan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2010 terkait pembangunan lapangan tembak, sebagai salah satu fasilitas PON XVIII Riau 2012. (Baca: Sidang Suap Rusli Zainal, Petinggi Golkar Disebut?)
Suap senilai Rp 500 juta diterima Rusli dari konsorsium pembangunan stadion lapangan tembak, PT Adhi Karya. Sedangkan suap diberikan oleh Rusli kepada anggota DPRD Riau guna memuluskan pembahasan Perda tersebut. (Baca: Rusli Zainal Kembali Dipanggil KPK)
Dakwaan lainnya, Rusli terlibat kasus korupsi pengesahan bagan kerja usaha pemanfaatan hasil hutan kayu untuk tanaman industri di Pelalawan, Riau, pada 2001-2006. Kasus itu berawal dari kasus kehutanan di Pelalawan berupa dispensasi Rencana Kerja Tahunan kepada 12 perusahaan di Riau.
RIYAN NOFITRA
Baca juga
Vonis Bos PT Indoguna Permudah Kasus Luthfi Hasan
Cara Nazaruddin Mengelak dari Tudingan KPK
Kasus Nazaruddin, KPK Minta Kejaksaan Transparan
Jawaban KPK Soal Motif Politik di Kasus Luthfi