TEMPO.CO, Yogyakarta - Kegiatan yang dilakukan kalangan paranormal selama ini telah terlanjur dikaitkan dengan sesuatu yang tidak logis, di luar akal sehat,dan tidak ilmiah. Karena stereotipe tersebut terlanjur melekat, tak ayal aktivitas paranormal yang sudah ada sejak belum munculnya agama itu sering dianggap sebagai kegiatan menyimpang, musyrik, dan buruk.
"Padahal jika ditelaah jauh, aktivitas paranormal dengan agama ini tidak ada sangkut pautnya. Makanya tidak bisa disatukan," kata pegiat parapsikologi Lembaga Jasa Psikologi Indonesia (Jaspi) Hisyam A Fachri di Yogyakarta Jumat petang 1 November 2013.
Hisyam yang lama meneliti kegiatan paranormal di wilayah Indonesia khususnya Jawa itu menuturkan, paranormal merupakan sebuah profesi yang lahir tatkala masyarakat Indonesia masih berada di masa kepercayaan seperti animisme dan dinamisme.
Pada masa itu, pengetahuan ilmiah yang menggunakan logika realitas belum ada. "Sehingga yang bermain adalah persepsi, sugesti, serta kepercayaan pada sesuatu atas subyektifitas individu," kata pria yang juga menekuni ilmu tarot itu.
Namun dalam perkembangannya, saat ilmu pengetahuan dikenalkan, beberapa aktivitas paranormal ini perlahan mulai bisa juga ditemukan sisi sisi ilmiahnya. Misalnya saja soal santet. Ketika ditubuh sesorang tiba tiba ditemukan benda benda asing yang mengakibatkan dirinya terluka atau kesakitan.
"Sekarang dalam dunia ilmiah populer mulai dikenal ilmu telekinetik, yang pada dasarnya bisa dipelajari," kata dia. Telekinetik ini, kata Hisyam, mirip metodenya dengan fenomena yang disebut santet oleh masyarakat. Yakni menggerakan benda melalui kekuatan pikiran.
"Jadi jangan percaya dengan santet, karena itu sebenarnya bisa dilakukan semua orang jika mau mempelajari," ia menambahkan. Namun ia mengatakan hal itu pun tergantung percaya atau tidaknya seseorang yang ingin mempelajari.
Lain halnya dengan pengalaman Ketua Ikatan Paranormal Indonesia Jawa Timur Abdul Kholik yang biasa disapa Gus Kholik. Paranormal dalam bekerja, misalnya di bidang pengobatan alternatif, etikanya akan meminta izin dari kelangan medis dahulu jika merasa sudah tak mampu mengatasi penyakit yang diderita seorang pasien.
Ia menceritakan pernah mendapat klien dengan penyakit kanker stadium akhir. Dokter menyerah dan memberikan izin dilakukan pengobatan alternatif sebelum dilakukan operasi terakhir. "Pada dasarnya kami sudah tahu persoalannya dulu, bahwa medis angkat tangan karena peralatan memang terbatas," kata dia.
Dalam kasusnya itu, ada toksin yang telah masuk dalam tulang dan menjadi sebab penyakit ganas. "Peralatan medis baru bisa memonitor toksin itu sampai lapisan organ dan daging, ke dalam tulang belum bisa," kata dia.
Namun sebelum dilakukan operasi, pengobatan alternatif pun dicoba. "Kami menggunakan air sebagai alat untuk menghilangkan toksin dalam tulang itu karena air merupakan molekul paling netral (digerakkan)" urainya. "Akhirnya operasi batal karena pasien mulai sehat" kata dia.
PRIBADI WICAKSONO
Topik terhangat:
Roy Suryo Marah di Pesawat | Suap Bea Cukai | Suap Akil Mochtar | Adiguna Sutowo
Berita lainnya:
Istri-istri Para Koruptor
Macam-macam Ulah Pejabat di Pesawat
Tulus: Gaya Roy Suryo seperti Penumpang Bus Kota
Soal Marah di Pesawat, Roy Suryo 'Ngetweet'
Tuntut Gaji Naik, Buruh Minta Mesin Cuci & Televisi