TEMPO.CO, Jakarta--Tempo menggelar malam puncak 'Menjadi Indonesia' di Galeri Nasional Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2013. Acara ini merupakan puncak dari acara Kompetisi Esai Mahasiswa yang diadakan oleh Tempo Institute.
Direktur Tempo Institute, Mardiyah Chamim, mengatakan banyak menemui keunikan dalam penyelenggaraan acaranya. "Bayangkan saja di sini ada 25 anak dari latar belakang berbeda," kata Mardiyah, dalam sambutannya.
Menurut Mardiyah, para peserta bahkan ada yang berasal dari golongan minoritas seperi syiah. Menurutnya saat masih banyak pekerjaan rumah tentang perbedaan yang harus diselesaikan.
Sementara Redaksi Eksekutif Majalah Tempo, Arif Zulkifli menyoal aksi dan penempelan poster oleh sebuah kelompok yang memboikot peringatan sumpah pemuda karena dianggap tak sesuai dengan ajaran Islam. "Aksi seperti itu justru menunujukkan bahwa mereka menafikkan Islam dalam perjuangan bangsa ini," kata Arif. Menurut dia, menjadi manusia Indonesia sebenarnya adalah sebagai produsen pemikiran.
Ihwal menjadi manusia Indonesia yang sebenarnya juga dikatakan Pakar Politik Filsafat Universitas dari Universitas Indonesia, Rokky Gerung. Dia mengatakan, bahwa menjadi Indonesia adalah menemukan pemikiran yang siap diadu melalui argumentasi.
Pria yang juga menjadi juri kompetisi esai menulis 'Menjadi Indonesia' itu mengatakan setelah membaca esay peserta, menemukan kemarahan namun diiringi dengan harapan, bukan kemarahan yang disebabkan kebencian. "Bahkan IQ para peserta jika ditukarkan dengan anggota dewan, saya yakin masih ada kembaliannya," kata Rokky diiringi tawa para penonton.
Menjadi Indonesia ialah sebuah gerakan moral yang mengajak mahasiswa berbuat nyata untuk Indonesia. Menjadi Indonesia digagas Tempo Institute sejak tahun 2009. Tempo Institute mengadakan kompetisi esai mahasiswa atau Menjadi Indonesia setiap setahun sekali.
FAIZ NASHRILLAH