Penculikan dan Kesaksian
Saya diculik oleh Tim Mawar bentukan Kopassus pada tanggal 4 Februari dan baru dibebaskan pada 3 April 1998. Saya diculik karena saya adalah aktivis yang konsisten mendorong isu anti-Soeharto sejak 1993. Delapan minggu saya mendekam dalam sel bersama sejumlah aktivis, antara lain Desmon J. Mahesa, Haryanto Taslam, Faisol Riza, dan Raharjo Waluyo Jati. Mereka ini semua dibebaskan dalam keadaan hidup. Di tempat penyekapan itu, saya juga sempat berkomunikasi dengan Herman Hendrawan, Yani Afri, dan Soni. Ketiga orang ini sampai saat ini belum diketemukan. Dari mulut Yani Afri dan Soni, saya mendapat informasi bahwa Dedi Hamdun juga disekap di tempat tersebut.
Ketika dibebaskan saya diharuskan untuk mengarang tentang apa yang terjadi selama delapan minggu saat saya hilang. Saya tidak boleh mengatakan bahwa saya diculik. Jadi, ketika ada yang bertanya, saya memilih menjawab dengan: “Saya sengaja menghilang untuk nyepi, mencari ketenangan karena banyak persoalan." Para penculik saya mengancam akan membunuh saya jika saya berani menceritakan apa yang sesungguhnya terjadi. Selain itu, mereka juga mengancam akan membunuh keluarga yang saya cintai: ibu dan saudara-saudara saya.
Ketika saya dibebaskan pada 3 April 1998, saya langsung dikirim ke Cengkareng dan dibekali tiket pesawat untuk langsung pulang ke Palembang. Sesampai di Palembang saya segera mengontak Santoso, rekan kerja saya di Institut Studi Arus Informasi (ISAI). Saya memintanya untuk mengecek keberadaan Yani Afri dan Soni. Mereka ini “dibebaskan” sebelum saya. Selang dua hari kemudian, saya mendapat kabar bahwa kedua orang tersebut belum kembali ke rumah orang tuanya. Saya langsung berkesimpulan bahwa mereka sudah mati. Saya lalu teriingat pada perkataan salah seorang penculik: “Ada yang keluar (dalam keadaan) hidup dan ada yang keluar (dalam keadaan) mati dari tempat ini”.
Pada tanggal 27 April, saya memberikan kesaksian di Komnas HAM mengenai penculikan yang terjadi terhadap sejumlah aktivis. Saya sadar akan bahaya yang bakal terjadi. Para penculik pasti tidak akan tinggal diam, dan mereka pasti akan segera memburu dan membunuh saya. Saya siap jika hal itu terjadi. Saya sudah siap untuk menjadi martir. Tekat saya cuma satu: “Saya ingin semua ini (penculikan) diakhiri”. Sadar akan risiko yang saya hadapi, saya meminta rekan dari Kedubes AS untuk mengantar saya ke airport setelah memberikan kesaksian.
Setelah memberikan kesaksian, saya diantar oleh dua orang anggota Komnas HAM menuju airport. Saya selanjutnya pergi ke Belanda. Saya pergi dengan hanya berbekal pakaian yang melekat di badan. Tas berisi pakaian tidak sempat saya bawa karena tertinggal di mobil staf Kedutaan AS yang sedianya akan mengantar saya.
Selanjutnya tentang Tim Mawar diadili di Mahkamah Militer