TEMPO.CO, Sleman - Ruang aula di Padepokan Guru dan Karyawan PKG Shanti Dharma, Wisma Albertus, Bendungan, Sidoangung, Godean, Sleman, terlihat sepi. Sebanyak 25 kursi tertata rapi. Ada satu pengeras suara yang tidak menyala.
Aula kecil itu menjadi saksi pembubaran pertemuan keluarga eks tahanan politik 1965. Front Anti-Komunis Indonesia (FAKI) Yogyakarta membubarkan pertemuan mereka. Padahal pertemuan itu membahas soal arisan dan pertemuan keluarga serta pemberdayaan ekonomi.
"Memang ada pembubaran oleh FAKI," kata Kepala Kepolisian Sektor Godean, Komisaris Bambang Setiyadi, Ahad, 27 Oktober 2013.
Penyerangan itu terjadi Ahad pagi tadi sekitar pukul 10.55 WIB. Sedikitnya ada 20 anggota FAKI Daerah Istimewa Yogyakarta yang dipimpin Burhanudin, didampingi polisi dan Muspika Godean, mendatangi padepokan Santi Dharma. Padepokan itu digunakan untuk berkumpul anak-anak eks tahanan politik Partai Komunis Indonesia (PKI).
Alasan pembubaran karena tidak ada izin kegiatan. FAKI juga menyatakan tidak ada toleransi ajaran komunis di Yogyakarta. Menurut FAKI, kegiatan itu merupakan kongres anak-anak PKI. Dengan menggunakan sepeda motor dan mobil, para anggota FAKI masuk ke padepokan dengan menggunakan pakaian bertuliskan "FAKI".
Sebelum pembubaran, pada Sabtu kemarin, ada sekelompok orang yang bertanya soal kegiatan yang akan dilakukan hari Ahad, esok harinya. Baru pada Ahad pagi tadi, para anggota FAKI mendatangi padepokan.
Menurut Madya Saputra, salah seorang saksi yang melihat pembubaran itu, ada beberapa orang yang dihajar dan dipukuli hingga luka. Lokasi pemukulan terjadi di halaman padepokan yang juga berfungsi sebagai Kapel Santo Albertus Agung Godean itu. "Ada yang dipukuli," kata dia.
Berdasarkan keterangan dari Iriani, salah seorang pengelola padepokan, kongres lalu dibubarkan. Sebenarnya kongres itu akan membahas ekonomi dan pembuatan pupuk. Juga pemberdayaan rakyat dalam mengantisipasi kemiskinan.
Menurut Burhanuddin, Ketua FAKI Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak ada toleransi kegiatan PKI di Yogyakarta. Sebab, itu harga mati. Selain itu, menurut dia, peserta kongres itu merupakan kader-kader PKI. "Tiada ampun bagi orang-orang komunis berada di Yogyakarta, tidak akan dibiarkan ada pertemuan orang-orang PKI, itu harga mati," kata dia.
Ada beberapa korban yang dianiaya oleh anggota FAKI. Yaitu Sukrisdiono, 45 tahun, warga Purwokerto, yang mata kanannya lebam dan dahi kanan memar. Selain dia, peserta yang menjadi korban pemukulan adalah Ardi Nugroho, 23 tahun, warga Kroya, Cilacap, yang bibirnya pecah dan muka memar. Sedangkan korban Bayu Cahyadi, 30 tahun, warga Sumpiuh, Banyumas, rahang kirinya terkena pukulan dan masih sakit. Lalu ada juga Ciptadi, 62 tahun, warga Kroya, Cilacap. Para peserta kongres sekitar 30 orang akhirnya membubarkan diri.
MUH SYAIFULLAH