TEMPO.CO, Yogyakarta - Proses penghitungan angpau atau sumbangan dari tamu undangan untuk pernikahan putri Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Hayu, dengan Kanjeng Pangeran Haryo Notonegoro telah selesai, Jumat, 25 Oktober 2013. Saat ini angpau dan hadiah tengah dalam proses pencatatan.
Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono diketahui menyumbang kado bukan berupa sejumlah uang. "Pak SBY dan Pak Boediono memberikan tea set. Tak jauh beda dengan ketika pernikahan GKR Bendara (Oktober 2011)," kata putri ke-2 Sultan, GKR Candra Kirana, saat dihubungi Tempo, Jumat, 25 Oktober 2013. (Lihat juga: Angpau Pernikahan Anak Sultan Yogya Mulai Dihitung)
Sedangkan para tamu undangan lain, menurut Candra, tidak ada yang menyumbang uang yang besaran nominalnya melebihi Rp 1 juta. Lantaran aturan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa penyelenggara negara yang menggelar perhelatan harus melaporkan besaran sumbangan yang diterima. Nilai sumbangan yang diberikan juga tidak boleh melebihi Rp 1 juta. Jika tidak, maka akan dikenai tudingan penerimaan gratifikasi.
"Semua di bawah Rp 1 juta. Tapi tak perlu disebut berapa. Malu to ya, enggak elok," kata Candra, yang mengkoordinir soal penghitungan dan pencatatan angpau.
Di sisi lain, Candra pun tak menampik adanya amplop kosong yang tidak berisi uang yang disumbangkan tamu undangan dalam pernikahan tersebut. Bahkan, ada amplop yang berisi kartu yang berfungsi sebagai kunci kamar hotel. "Mungkin (yang memberi) lupa. Jumlahnya (amplop tak berisi uang) sedikit, kok. Cuma satu-dua," kata Candra.
Laporan hasil penghitungan angpau tersebut belum disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lantaran saat dihubungi Candra bersama Sultan dan permaisurinya, GKR Hemas, serta keluarga Keraton tengah dalam perjalanan ke Kudus, Jawa Tengah. Mereka mendapat undangan perhelatan ngundhuh mantu atau prosesi resepsi pernikahan di pihak besan atau orang tua pengantin laki-laki. Acara ngundhuh mantu akan diadakan 26 Oktober. Usai prosesi, Sultan langsung kembali ke Yogyakarta. "Secepatnya sepulang dari Kudus akan kami sampaikan," kata Candra.
Sementara itu, Sekretaris Komisi A DPRD DIY Agus Sumartono mengatakan, dalam UU Pemberantasan Tipikor memang tidak ada keharusan bagi pejabat publik yang menerima sumbangan untuk mengumumkan kepada masyarakat. "Kewajibannya adalah melaporkan kepada pihak yang berwenang, yaitu KPK. Nanti KPK yang akan melakukan audit," kata Agus.
Dia pun mengingatkan, selama ini yang menjalani proses hukum adalah orang yang menerima gratifikasi. Sedangkan bagi orang yang memberikan gratifikasi tidak ada proses tindak lanjut. "Semestinya kedua pihak. KPK mengumumkan itu," kata Agus.
Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat Jogja Corruption Watch Baharuddin Kamba mengatakan tidak ada orang yang menilai pengumuman besaran sumbangan oleh Sultan adalah sesuatu yang memalukan, apalagi tabu. Mengingat Sultan adalah pejabat publik. "Enggak masalah kalau Sultan mengumumkan kepada publik. Misalnya hanya kisaran jumlahnya saja," kata Baharuddin.
Namun, jika Sultan tidak bersedia, menurut Baharrudin, adalah kewajiban KPK untuk mengumumkan kepada publik. Terutama jika ada indikasi bahwa ada pejabat negara yang memberikan sumbangan di atas Rp 1 juta atau memberikan kado dengan harga lebih dari Rp 1 juta. "Karena soal dugaan menerima gratifikasi atau tidak, itu kan ranah KPK," kata Baharuddin.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita terkait:
Usai Kirab Pengantin, Sampah Malioboro Lima Ton
Royal Weding Yogya Diberitakan Media Inggris
Pengantin Keraton Dikirab, Toko di Malioboro Tutup
Resepsi Nikah Putri Sultan Bersuasana Hijau Tosca