Lantaran sering membicarakan proyek, Dadang pun kemudian membuka kios fotokopi di depan Masjid Kaloran. Di sanalah mereka menyalin berkas-berkas tender. "Fotokopi buka 24 jam. Sekali fotokopi bisa sejuta sampai dua juta rupiah," ujar dia lagi.
Sudah hampir tiga pekan markas itu sepi. Apalagi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah kantor tersebut. "Tak pernah lagi ada orang kumpul-kumpul di rumah itu," ujarnya.
Kantor lainnya yang diduga menjadi tempat berkerumun teman-teman Wawan dan kecipratan proyek adalah PT Sumber Agung Putra di Blok L 2 No 09 RT 003 RW 015 di Kompleks Puri Serang Hijau, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang. Namun, saat Tempo mendatangi tempat itu, tak ada papan nama perusahaan di rumah tersebut. "Itu rumah Pak Dadang Priatna, tapi dia sudah pindah sekitar sebulan yang lalu," kata Beni, warga setempat.
Bergeser ke blok lain di kompleks yang sama, ada CV Septhapratama di Blok K3/07 RT 003 RW 015. "Dulu rumah ini sering dikunjungi orang-orang berseragam PNS, termasuk Pak Dadang," ujar Desti, warga lainnya.
Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) Uday Suhada menyatakan, setelah kasus Wawan terbongkar, dia semakin yakin bahwa perusahaan yang mendapat tender dari pemerintah Banten tidak profesional. “Buktinya kantor perusahaan yang menang tender hanya rumah biasa tanpa ada aktivitas kerja dan tidak dilengkapi papan nama,” kata dia.
ANANDA BADUDU | WASI’UL ULUM | ENI S