TEMPO.CO, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi yang dibacakan hari ini, Rabu, 9 Oktober 2013 untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, mementahkan permohonan yang diajukan oleh dua pemohon sekaligus.
Pemohon pertama adalah pasangan bakal calon bupati Alfriedel Jinu dan Ude Arnold Pisy yang terdaftar dengan nomor perkara 21/PHPU.D-XI/ 2013. Inti permohonan yang mempersoalkan legalitas Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gunung Mas tentang penetapan Calon Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Gunung Mas itu ditolak karena dianggap Mahkamah tidak memiliki kedudukan hukum.
Dalam putusannya, Mahkamah justru mengabulkan eksepsi termohon dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Gunung Mas dan eksepsi pihak terkait yakni pasangan pemenang Pemilukada Kabupaten Gunung Mas, yakni Hambit Bintih dan Arton S. Dohong.
Putusan ini menarik karena Hambit Bintih saat ini menjadi tersangka kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi nonaktif Akil Mochtar. Ia kini mendekam di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Ini putusan cuci muka supaya MK tidak terbebani. Kalau dia memenangkan saya berarti dia membenarkan memang suap itu terjadi," kata Alfriedel kala ditemui usai pengucapan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu, 9 Oktober 2013.
Sementara itu, permohonan sengketa PHPU Kabupaten Gunung Mas yang diajukan oleh pasangan calon Jaya Samaya Monang dan Daldin dengan nomor perkara 122/PHPU.D-XI/2013 juga ditolak.
Mahkamah menyatakan permohonan Jaya dan Daldin tidak terbukti secara hukum. Jaya Samaya Monang, calon bupati Kabupaten Gunung Mas yang kalah mengatakan putusan Mahkamah janggal. Pasalnya, fakta di lapangan menunjukkan Hambit Bintih dan Arton S. Dohong melakukan politik uang.
"Jelas melakukan money politic. MK sendiri pun mengalami suap berarti kan sudah kuat buktinya" ujar Jaya kepada Tempo.
Ia berharap penetapan Hambit dan Arton sebagai pemenang dalam pemilukada Kabupaten Gunung Mas dianulir. Namun, karena putusan Mahkamah Konstitusi sudah inkracht serta tidak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan, Jaya berkata akan menunggu hasil proses hukum Hambit di KPK.
"Ini sebenarnya mencederai demokrasi. Tapi, kami serahkan ke hukum yang sedang berjalan di KPK," ujarnya.
NURUL MAHMUDAH