TEMPO.CO, Bandung - Eksekusi pengosongan lahan perumahan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) di Jalan Elang, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu, 9 Oktober 2013, berlangsung rusuh. Sekitar 200 orang staf dan buruh perusahaan transportasi negara itu melakukan perlawanan terhadap juru sita Pengadilan Negeri Bandung, yang dikawal ratusan aparat kepolisian.
“Putusan bohong, hasil suap,” teriak mereka bersahutan pada saat petugas juru sita, Nanang, membacakan penetapan eksekusi. Mereka bahkan memburu para petugas eksekusi.
Ratusan polisi anti huru-hara, yang semula berada di belakang tim eksekutor, maju ke bagian depan, bergadapan langsung dengan massa. Aksi saling dorong pun tak terelakan, diselingi sumpah serapah.
Semprotan dari kendaraan water canon yang dibawa polisi membuat massa terdesak. Saling lempar pun terjadi, yang menyebabkan beberapa orang dari kedua belah pihak terluka.
Eksekusi tetap dilakukan, meski Vice President Bidang Kukum PT KAI, Dadan, meminta juru sita menunda eksekusi. "Kami sedang mengajukan peninjauan kembali,” kata Dadan. Namun Nanang tak menggubrisnya. "Eksekusi tak bisa ditunda,” ujar Nanang.
Pengosongan lahan dan pembongkaran bangunan rumah pun berlangsung. Alat berat, seperti bekhoe, dikerahkan. Puluhan orang mengeluarkan perabotan dari dalam rumah. Bangunan bekas pabrik sepatu yang ada di lokasi sengketa juga dibongkar.
”Putusan pengadilan yang memenangkan klien kami sebagai pemilik lahan sudah berkekuatan hukum tetap,” ucap Fery Hudaya, kuasa hukum pemohon eksekusi dari ahli waris Soehe. Fery juga tudingan PT KAI yang mengatakan bahwa bukti kepemilikan klien Fery, palsu.
Fery menegaskan, lahan sengketa kenyataannya tidak hanya dikuasai karyawan PT KAI. Sebab, di dalam lahan ada bangunan yang dipakai oleh pabrik sepatu.
Direktur Keselamatan PT KAI Rono P. akhirnya membubarkan karyawan dan buruh, sekitar pukul 12.30 WIB. "Upaya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung jalan terus. Kami juga minta agar kepolisian memeriksa keaslian bukti kepemilikan mereka,” tuturnya.
ERICK P. HARDI