Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perpu untuk Awasi Mahkamah Konstitusi Ditentang  

image-gnews
Seorang Wartawan mengamati pintu ruangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar yang disegel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung MK lantai 15, Jakarta Pusat, (3/10). TEMPO/Dhemas Reviyanto
Seorang Wartawan mengamati pintu ruangan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar yang disegel oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di gedung MK lantai 15, Jakarta Pusat, (3/10). TEMPO/Dhemas Reviyanto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah tokoh Mahkamah Konstitusi menolak rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) perihal mekanisme pengawasan dan perekrutan hakim konstitusi. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai penerbitan Perpu merupakan upaya mengebiri Mahkamah. Majelis Kehormatan yang ditunjuk untuk mengawasi MK dinilai tak punya wewenang.

"Masyarakat memang marah karena kasus Akil, tapi jangan membawa institusi dan malah mengganggu otoritasnya," ujar dia saat dihubungi. "Pisahkan pribadi dan institusi. Saya juga mendukung Akil untuk diberi hukuman mati."

Jimly menjelaskan, kewenangan Komisi Yudisial mengawasi hakim konstitusi tidak sesuai dengan Pasal 24B ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang ada dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada 2006. Dalam putusan bernomor 005/PUU-IV/2006 itu dinyatakan bahwa Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Komisi Yudisial, sepanjang menyangkut kata hakim konstitusi, sudah tidak berlaku lagi.

"Di situ semuanya jelas," ujar Jimly, yang saat itu menjadi ketua majelis konstitusi dalam memutus pasal tersebut. "Ini pasti ada motif inkonstitusional."

Keputusan itu lahir setelah Ketua MK Akil Mochtar ditangkap tangan saat menerima suap terkait pilkada di Lebak, Banten dan Gunung Mas, Kalimantan Tengah. (Baca: Akal-akalan Putusan Akil, Wani Piro?). Objeknya adalah perkara sengketa hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Gunung Mas yang ditangani panel hakim dengan ketua Akil.

Jimly juga menanggapi pertemuan sejumlah pemimpin lembaga tinggi seperti Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagai pertemuan inkonstitusional. "Pertemuan itu seperti arisan keluarga," katanya. "Pisahkan pribadi dan institusi."

Harjono, hakim konstitusi yang juga Ketua Majelis Kehormatan, turut menolak terbitnya Perppu itu. Menurut dia, pengawasan terhadap hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial telah dibatalkan melalui putusan Mahkamah Konstitusi pada 2006. "Jika tetap ingin mengawasi, Komisi Yudisial melanggar putusan secara konstitusi," ujar dia saat dihubungi kemarin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perpu itu bermula dari ditangkapnya bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh tim Komisi Pemberantasan Korupsi pada 2 Oktober lalu. Akil diduga menerima suap dalam menangani perkara sengketa pemilihan kepala daerah di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, serta Kabupaten Lebak, Banten.

Pascapenangkapan, dua hari yang lalu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat bersama sejumlah pemimpin lembaga tinggi negara, termasuk Komisi Yudisial, untuk membahas soal Perpu. Menurut Presiden, pengawasan terhadap hakim konstitusi selama ini hanya bisa dilakukan Majelis Kehormatan setelah adanya dugaan pelanggaran. Pada masa mendatang, pengawasan hakim konstitusi dilakukan sebagaimana pengawasan terhadap hakim lainnya. "Diharapkan Perpu ini tidak dibatalkan melalui judicial review atau uji materi di MK," kata Presiden.

Harjono menyesalkan rencana menerbitkan Perpu tersebut karena Mahkamah sama sekali tidak dilibatkan. Menurut dia, kasus yang menimpa Akil adalah kasus pribadi, bukan terkait dengan institusi.

Ahli hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai sebaliknya. Menurut dia, Mahkamah Konstitusi memang berwenang menguji undang-undang, termasuk menguji undang-undang yang mengatur dirinya. Namun, menurut dia, Mahkamah harus menahan diri dan menjunjung tinggi etika agar tidak menguji undang-undang yang berkaitan dengan pengawasan terhadap lembaganya sendiri. "Itu tidak etis," kata Yusril. "Komisi Yudisial berwenang mengawasi hakim konstitusi."

REZA ADITYA | FEBRIANA FIRDAUS | KHAIRUL ANAM | SUKMA

Berita Terpopuler Lainnya
KY Pernah Laporkan Kasus Suap Akil Mochtar
Kasus Akil, Hakim MK Bakal Dilarang dari Parpol?
Soal Ratu Atut, Jawara Banten 'Tantang' KPK

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Namanya Disebut di Sidang MK Soal Netralitas TNI, Berikut Profil Mayor Teddy Ajudan Prabowo

4 jam lalu

Cuplikan video Mayor Teddy dan Dokter Gunawan. TIktok
Namanya Disebut di Sidang MK Soal Netralitas TNI, Berikut Profil Mayor Teddy Ajudan Prabowo

Nama Mayor Teddy dikenal publik setelah menjadi ajudan Prabowo dan menimbulkan kontroversi karena hadir di debat capres masih aktif anggota TNI.


Bersyukur Atas Putusan MK, AHY Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran

6 jam lalu

Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, dalam konferensi pers tentang Keputusan MK terkait Pilpres 2024 di DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2024. TEMPO/Defara
Bersyukur Atas Putusan MK, AHY Ucapkan Selamat kepada Prabowo-Gibran

Menurut AHY, keputusan MK telah memberikan kepastian hukum yang sangat kuat bagi pasangan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden terpilih


3 Hakim MK Dissenting Opinion, Pakar UI: Persoalan Hukum Pemilu Bukan Isapan Jempol

8 jam lalu

Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini saat ditemui di Pusdik MK, Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 6 Maret 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
3 Hakim MK Dissenting Opinion, Pakar UI: Persoalan Hukum Pemilu Bukan Isapan Jempol

Pakar kepemiluan UI Titi Anggraini menyoroti dissenting opinion tiga hakim MK dalam putusan sengketa pilpres.


Putusan MK Sebut Bansos Tak Untungkan Prabowo-Gibran, Ini Gelontoran Dana Bansos Seiring Pemilu 2024

8 jam lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Putusan MK Sebut Bansos Tak Untungkan Prabowo-Gibran, Ini Gelontoran Dana Bansos Seiring Pemilu 2024

MK sebut penyaluran bansos menjelang pemilu tak untungkan Prabowo-Gibran. Ini gelontoran dana bansos triliunan rupiah menjelang Pemilu 2024.


PDIP Belum Menyerah Gugat ke PTUN Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU Sebut Sudah Tak Ada Celah Hukum

9 jam lalu

Ketua tim hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun (kiri) menerima berkas gugatan yang telah didaftarkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta Timur, Selasa, 2 April 2024. Gugatan tersebut ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), terkait perbuatan melanggar hukum oleh kekuasaan pemerintahan (onrechmatige overheidsdaad) dalam hal ini utamanya adalah KPU pada Pemilu 2024, khususnya pemilihan presiden. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
PDIP Belum Menyerah Gugat ke PTUN Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU Sebut Sudah Tak Ada Celah Hukum

Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun meminta KPU untuk menunda penetapan hasil Pilpres 2024 sembari menunggu hasil gugatan PTUN, KPU menolak


Usai Putusan Sengketa Pilpres, Zainal Arifin Mochtar Sebut MK Punya Banyak PR

10 jam lalu

Pakar hukum sekaligus Ketua Departemen Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar. Tempo/Pribadi Wicaksono.
Usai Putusan Sengketa Pilpres, Zainal Arifin Mochtar Sebut MK Punya Banyak PR

Pakar hukum tata negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, menilai MK punya banyak pekerjaan rumah alias PR pasca-putusan sengketa pilpres.


Putusan MK Sebut Jokowi Tak Terbukti Lakukan Nepotisme dan Abuse of Power, Apa Tindakan Masuk Kategori Itu?

10 jam lalu

Sidang putusan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 dihadiri 8 hakim, gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin, 22 April 2024.  TEMPO/ Febri Angga Palguna
Putusan MK Sebut Jokowi Tak Terbukti Lakukan Nepotisme dan Abuse of Power, Apa Tindakan Masuk Kategori Itu?

Putusan MK sebut tidak ada bukti kuat Jokowi lakukan nepotisme dan abuse of power. Apa yang masuk dalam tindakan nepotisme dan abuse of power?


Hakim MK Arief Hidayat Sebut Nepotisme dan Abuse of Power, Ini Artinya

21 jam lalu

Anggota Majelis Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat memberikan pertanyaan pada saksi fakta yang dihadirkan oleh pihak pemohon pada sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi terkait Perselisihan Hasil Pemilu Umum (PHPU) 2019 di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 19 Juni 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Hakim MK Arief Hidayat Sebut Nepotisme dan Abuse of Power, Ini Artinya

Putusan MK sebut tidak ada bukti kuat Jokowi lakukan nepotisme dan abuse of power. Beda dengan dissenting opinion hakim MK Arief Hidayat.


Alasan 3 Hakim Konstitusi Ajukan Dissenting Opinion dalam Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024

21 jam lalu

Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri), Arief Hidayat (tengah) menyaksikan saksi ahli dari pihak termohon diambil sumpahnya saat sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 20 Juni 2019. Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi dan ahli dari termohon atau dari pihak KPU. ANTARA/Galih Pradipta
Alasan 3 Hakim Konstitusi Ajukan Dissenting Opinion dalam Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024

Sebanyak tiga dari delapan hakim Mahkamah Konstitusi atau MK mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan MK yang dibacakan pada Senin, 22 April 2024. Apa alasan mereka?


Jokowi Hormati Putusan MK: Tuduhan ke Pemerintah Tak Terbukti

23 jam lalu

Presiden Joko Widodo memberi pengarahan dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Jakarta, Rabu 17 April 2024. Indonesia telah dinyatakan secara aklamasi diterima sebagai Anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (full membership). Keberhasilan tersebut diperoleh dalam FATF Plenary Meeting di Paris, Perancis yang dipimpin oleh Presiden FATF, MR. T. Raja Kumar pada Rabu, 25 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.
Jokowi Hormati Putusan MK: Tuduhan ke Pemerintah Tak Terbukti

Usai putusan MK Jokowi mengatakan, pemerintah akan mendukung proses transisi dari pemerintah saat ini ke pemerintah yang akan datang.