TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Abdul Haris Semendawai, mengatakan banyak kelemahan di Undang-Undangan Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. LPSK mengharapkan Dewan Perwakilan Rakyat segera merevisi undang-undang tersebut.
Haris mengatakan, salah satu kelemahan undang-undang ini adalah tak jelasnya kewenangan LPSK untuk melindungi para saksi, korban, whistlebloer, dan justice collaborator. “Keamanan para saksi dan justice collaborator tidak terjamin,” kata Haris dalam konsultasi publik bertajuk Kemana Arah Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 yang digelar LPSK di Hotel Grand Palace, Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa, 17 September 2013.
Ia mencontohkan, setelah justice collaborator memberikan informasi atau melaporkan sebuah kasus tidak mendapatkan perlakuan yang layak sehingga banyak dari mereka yang malah terseret dalam kasus yang dilaporkannya.
Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang sebentar lagi akan dibahas oleh DPR RI, menurut dia, harus mengatur dengan jelas apa yang didapat oleh seorang saksi, whistleblower, dan justice collaborator. Juga jaminan yang diberikan kepada mereka yang mau bekerja sama dengan pihak kepolisian maupun pengadilan untuk memberikan informasi.
Haris mengatakan, banyak saksi yang meminta perlindungan kepada LPSK. Mereka mengaku setelah memberikan informasi selalu diikuti oleh orang yang tak dikenal sehingga keamanan jiwa dan keluarganya merasa terancam. Tahun ini, sudah 715 orang meminta perlindungan kepada LPSK. Baru 60 persen di antaranya yang disidangkan dalam sidang paripurna LPSK untuk diputuskan apakah permohonan mereka diterima atau di tolak.
Angota Dewan Perwakilan Rakyat RI, Djamal Aziz, mengatakan bahwa sebagai inisiator undang-undang perlindungan saksi, DPR memiliki kepentingan dalam upaya menyempurnakan undang-undang tentang perlindungan saksi dan korban.
Menurut Djamal, revisi undang-undang diharapkan keberadaan saksi dan korban dapat diperkuat sehingga tidak lagi merasa ketakutan dalam memberikan kesaksian atau keterangan. "Bagaimanapun para saksi merupakan sumber informasi yang sangat dibutuhkan, tanpa mereka proses peradilan tidak bisa berlanjut," katanya.
ARIEF RIZQI HIDAYAT