TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan, dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan Lampung 2004, pihaknya tak menganggap sulit meski pemeriksaan harus dilakukan hingga menerbangkan penyidik ke Amerika Serikat dan Jepang.
Bambang menjelaskan, penyidik pergi ke Jepang untuk meminta konfirmasi dan klarifikasi dari korporasi yang diduga memberi suap. Supaya penyidikan bisa berjalan, KPK harus mendapatkan Mutual Legal Assistance (MLA). "Itu prosesnya lama, meskipun Jepang sudah menyatakan tak keberatan," ujarnya di KPK, Kamis, 22 Agustus 2013.
Bambang mengaku kasus ini menyangkut bisnis dan korporasi besar di Jepang. Sehingga penyidik sabar menanti MLA dan menjalankan sesuai aturan formal Jepang. Namun, menurut Bambang, pengakuan tersangka Izedrik Emir Moeis-lah yang membuat kasus ini mudah. "Sebenarnya gampang saja, orang ini sudah mengaku," katanya.
Emir ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait dengan proyek PLTU Tarahan. Emir diduga menerima US$ 300 ribu atau sekitar Rp 2,8 miliar. Emir ditetapkan sebagai tersangka pada 26 Juli 2012. Namun, Emir baru diperiksa pertama kali pada 11 Juli 2013. Ia langsung ditahan usai diperiksa.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu disangkakan dengan Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 atau Pasal 12 b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001. Ancaman hukumannya maksimal pidana seumur hidup penjara.
MUHAMAD RIZKI
Terhangat:
Sisca Yofie |Suap SKK Migas | Penembakan Polisi | Pilkada Jatim
Berita Terpopuler:
Rachmawati: SBY Tak Punya Etika Politik
Soal Tes Keperawanan, Ini Jawaban HM Rasyid
KPK: Djoko Susilo Cuma Bisa Jadi Ketua RT
Jenderal Moeldoko: Saya Bukan Ahli Surga
Dahlan Iskan: Untung SBY Tak Seperti Mursi