TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Hakim Agung Benyamin Mangkudilaga mengaku tak kaget mendengar kasus salah ketik dalam putusan Mahkamah Agung mengenai kasus Yayasan Supersemar. Menurut Benyamin, kasus salah ketik putusan sudah sering terjadi di MA.
“Jika salah ketiknya mempengaruhi substansi, dan mengubah hukumannya berarti harus dilakukan Peninjauan Kembali (PK),” kata Benyamin saat dihubungi Tempo, Senin, 22 Juli 2013. Sebaliknya, jika kesalahan tulisan tidak mempengaruhi hukuman, putusan bisa direvisi. Saat ini Kejaksaan Agung sudah menyatakan akan mengajukan peninjauan kembali.
Pada 2009 lalu, majelis hakim MA menghukum Yayasan Supersemar untuk membayar kepada negara sebesar 75 persen dari US$ 420 ribu yaitu US$ 315 dan 75 persen dari Rp 185 miliar yaitu Rp 139 miliar. Namun dalam amar putusan, hakim salah ketik. Jumlah nol dalam denda itu kurang tiga sehingga besaran denda itu menjadi hanya Rp 185 juta saja. Padahal, seharusnya denda yang harus dibayar Supersemar adalah Rp 185 miliar. Akibat kesalahan ini, jaksa tidak bisa mengeksekusi putusan denda ini.
Benyamin Mangkudilaga menilai kesalahan ketik sebenarnya cukup diperbaiki dengan mencantumkan keterangan kesalahan ketikan disertai dengan tanda tangan hakim ketua atau hakim anggota. “Kalau salah ketik itu sudah biasa,” katanya santai. Yang jadi masalah, ketiga hakim dalam perkara ini sudah pensiun, sehingga tidak bisa lagi diminta menandatangani berkas perbaikan putusan.
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur mempersilakan Kejaksaan Agung untuk mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) soal putusan kasasi Kasus Yayasan Supersemar yang salah ketik ini.
SUBKHAN
Berita Terpopuler:
Jokowi: Blusukan Modalnya Jalan Kaki
SBY Minta Polisi Tindak Tegas FPI
Mantan Bos MI6 Ancam Beberkan Rahasia Perang Irak
Beredar Video FPI Merusak Toko di Makassar
SBY: FPI Kehilangan Makna Ramadan