TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum pidana Elwi Danil menilai permasalahan penuntutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi akan terus berulang. Sebab, memang tak ada cantolan hukum yang memberikan wewenang kepada jaksa KPK untuk menuntut TPPU.
"Pada suatu saat ini akan menjadi perdebatan hebat dan bisa memperlemah upaya pemberantasan korupsi," kata dia saat dihubungi Tempo, Senin, 15 Juli 2013.
Elwi mengatakan dalam Undang-Undang TPPU dikatakan secara jelas bahwa penyidik tindak pidana asal, dalam hal ini KPK, berhak melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. "Namun, penuntutannya tak ada," ujar Dekan Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Menurut Elwi, kewenangan jaksa KPK dalam menuntut TPPU harus dimasukkan dalam UU TPPU atau UU KPK. Caranya, bisa disisipkan redaksional yang memberi kewenangan tersebut pada UU. "Harus ada gerakan dari Dewan Perwakilan Rakyat atau dari pemerintah," kata dia.
Sebelum perbaikan UU itu dilakukan, bisa jadi persidangan serupa ke depan merujuk pada yurisprudensi perkara sebelumnya. "Kalau nanti hakim bisa mendapat penemuan hukum, misalnya soal jaksa KPK yang tetap bisa menuntut TPPU, itu bisa jadi rujukan," ujar dia.
Sebelumnya, dua hakim kasus suap kuota impor daging dengan terdakwa Ahmad Fathanah memberi pendapat yang berbeda (dissenting opinion) dalam menyikapi eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum terdakwa mengenai kewenangan penuntutan perkara TPPU.
Kedua hakim menganggap TPPU hanya bisa dituntut oleh jaksa di wilayah pengadilan negeri, kejaksaan tinggi, atau kejaksaan agung. Tapi akhirnya majelis hakim tetap menolak eksepsi dan melanjutkan sidang karena tiga dari lima hakim mengizinkan jaksa KPK menuntut kasus TPPU.
MUHAMAD RIZKI