TEMPO.CO, Padang - Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumatera Barat Ade Edward meminta pemerintah harus menyiapkan upaya mitigasi terhadap bencana gempa di Sumatera Barat. Menurut dia, gempa yang berpusat di daratan di Kabupaten Bener Meriah, Aceh pada 2 Juli lalu akan memicu aktivitas seismik di kawasan Sumatera Barat.
Ade mengaku, kabupaten/kota di Sumatera Barat belum siap menghadapi gempa darat tersebut. Ia melihat, belum ada upaya mitigasi mengarah ke sana. "Kita lebih fokus menghadapi gempa laut dan tsunami. Seharusnya, gempa darat juga mesti diprioritaskan. Agar masyarakat siap siaga sejak dini," ujarnya. Menurut Ade, gempa darat lebih merusak dibanding gempa laut. Sebab, pusat gempa lebih dekat.
Gempa darat, kata Ade, biasanya juga diiringi bencana longsor. Inilah, yang menurut dia, harus diwaspadai. Terutama masyarakat yang tinggal di lereng bukit. "Itu sangat berbahaya. Kebanyakan masyarakat yang berada di kawasan Segemen Sumpur dan Suliti itu tinggal di kawasan perbukitan," ujarnya.
Menurut Ade, di sepanjang Bukit Barisan, garis lurus jalur patahan Sumatera itu ada 19 segemen dari Lampung hingga Aceh. Empat di antaranya ada Sumatera Barat, seperti Sianok, Sumani, Sumpur dan Suliti. "Segmen itu saling menyambung. Satu bergerak, yang lain akan berentet ikut bergerak dan berguncang. Sumatera Barat menunggu giliran," ujarnya.
Kata Ade, dengan adanya gerakan di Aceh, kemungkinan akan bergeser ke Sumatera Barat. "Potensi gempa tektonik itu ada di Sumpur dan Suliti," ujarnya. Saat ini, Ade menjelaskan, di atas Segmen Suliti ada banyak permukiman yang berdiri permanen.
Karenanya, Ade menyarankan agar pemerintah menata kembali kawasan pemukimam. "Bagi yang tinggal di lereng bisa dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Sebab resiko di lereng lebih besar. Jangan mereka nanti terkubur akibat longsor yang diguncang gempa" ujarnya.
BPBD Sumatera Barat telah melakukan rapat kordinasi dengan BPBD di kabupaten/kota terkait ancaman patahan semangko ini. Daerah-daerah yang berada di atas segmen itu harus menyiapkan masyarakat tangguh bencana. "Sehingga bisa saling menolong nantinya. Sebab kita tak tahu kapan akan datang bencana itu," ujarnya.
Dalam sejarahnya, gempa darat pernah terjadi di Padang Panjang dengan kekuatan 7 sR, pada 28 Juni 1926. Terjadi di sekitar Danau Singkarak, Bukittinggi, Danau Maninjau, Padang Panjang, Kabupaten Solok, Sawahlunto, dan Alahan Panjang. Gempa susulan mengakibatkan kerusakan pada sebagian Danau Singkarak. Ratusan warga meninggal dan ribuan rumah roboh. Lalu, pada 8 dan 9 Juni 1943 gempa daratan juga terjadi di Kawasan Danau Singkarak, dengan kekuatan 7,2 SR tujuh jam kemudian 7,6 SR.
Sebelumnya, Ketua Ikatan Ahli Geologi (IAGI) Aceh Faizal Adrianysah mengatakan, setelah melakukan analisis, gempa di Bener Meriah, yang terjadi Selasa lalu, disebabkan oleh patahan sesar Sesangko, bukan akibat aktivitas vulkanik Gunung Api Burni Telong yang ada di kawasan itu.
ANDRI EL FARUQI