Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Tanaman Asing Tumbuh Invansif di Gunung Semeru

image-gnews
Hamparan Verbena brasiliensis di Pos Oro-Oro Ombo, salah satu jalur pendakian ke Gunung Semeru yang berada di ketinggian 2.460 meter dari permukaan laut (4/6). Kehadiran tamanan semak itu secara masif dapam mengancam kelangsungan spesies tanaman asli di pada Oro-oro Ombo, TNBTS, Jawa Timur. TEMPO/Abdi Purmono
Hamparan Verbena brasiliensis di Pos Oro-Oro Ombo, salah satu jalur pendakian ke Gunung Semeru yang berada di ketinggian 2.460 meter dari permukaan laut (4/6). Kehadiran tamanan semak itu secara masif dapam mengancam kelangsungan spesies tanaman asli di pada Oro-oro Ombo, TNBTS, Jawa Timur. TEMPO/Abdi Purmono
Iklan

TEMPO.CO, Malang-Toni Artaka, petugas Pengendali Ekosistem Hutan pada Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mengungkapkan temuan tanaman asing, Verbena Brasiliensis Vell, yang tumbuh invasif di Gunung Bromo. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Selatan itu diketahui sudah membentuk hamparan luas di Oro-Oro Ombo Semeru.

Tanaman itu kini ‘menguasai’ lahan seluasa 20-an hektare Oro-Oro Ombo yang sebelumnya hanya berupa padang rumput (sabana) itu. Bunga Verbena Brasiliensis Vel ini berwarna ungu, mirip warna bunga lavender. Kombinasi warna kuning kehijauan dan ungu membentuk lanskap indah mirip taman bunga di beberapa negara Eropa, terutama Belanda dan Prancis. Tak heran bila banyak pendaki menyempatkan berpose di lapangan luas di pos lima (dari sepuluh pos) pendakian di Gunung Semeru tersebut. Seperti disaksikan Tempo sat mendaki Semeru 4 Juni lalu.

Namun, kata Toni, keindahan tanaman itu tak berarti baik untuk Semeru. “Ada ancaman ekologis di balik keindahan itu. Tanaman ini bisa menjadi masalah serius seperti halnya Salvinia molesta (kiambang atau kayapu) yang sempat menutupi permukaan air Ranu Pani pada Juni-Juli tahun lalu, atau serangan akasia berduri (Acacia nilotica) di (Taman Nasional) Baluran yang sampai sekarang belum sepenuhnya teratasi,” kata Toni kepada Tempo pekan lalu.

Menurut Toni, belum ada yang mengekspos bahaya laten dari Verbena brasiliensis Vell. Kebanyakan pendaki mengira itu lavender, padahal bukan. “Mana tahu ada peneliti botani yang berminat meneliti tanaman tersebut,” kata Toni.

Toni mendeskripsikan, Verbena brasiliensis berasal dari keluarga Verbenaceae yang merupakan tumbuhan semak tahunan atau berumur pendek. Tanaman ini tumbuh tegak setinggi antara 1,5 sampai 2 meter, dengan batang segi empat seperti keluarga Verbenaceae lainnya, serta berbulu kasar di tiap persegi.

Cabang atas panjangnya 4-9 sentimeter, berpasangan, dan naik. Daun berpasangan (composit), berbentuk bulat memanjang yang sederhana dan bergerigi (serate), dengan panjang 4-10 sentimeter dan lebar antara 0,8 sampai 2,5 sentimeter. Perbungaan silinder pada ujung cabang (terminal), umumnya 3 silinder yang berukuran antara 0,5 sampai 7 sentimeter dan berdiameter antara 0,5 sampai 0,7 sentimeter. Bunga berwarna ungu yang muncul dari silinder perbungaan kadang-kadang tiga kuntum bersamaan.

Verbena brasiliensis mereproduksi diri secara seksual dengan memproduksi benih. Tanaman ini mulai tumbuh, berbunga, hingga mengering sepanjang Januari-Agustus. “Buahnya sangat kecil sehingga mudah sekali terpencar oleh angin, lengket di tubuh pendaki atau lengket di tubuh binatang. Itu sebabnya penyebaran Verbena brasiliensis bisa meluas di dalam kawasan TNBTS,” kata Toni.

Sampai sekarang Toni dan kawan-kawan tidak mengetahui pasti masa kehadiran tanaman asli Amerika Selatan itu di dalam kawasan TNBTS. Di tempat asalnya Verbena brasiliensis biasa tumbuh di padang rumput, zona riparian, daerah perkotaan dan lahan basah. Ia biasa dijadikan sebagai tanaman hias dan dibudidayakan untuk taman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski tampak indah, kehadiran Verbena brasiliensis justru mencemaskan. Tanaman asing ini bersifat invasif, bisa terus mendominasi dan menguasai habitat sehingga menggusur spesies tanaman asli TNBTS, seperti sabana di Ranu Kumbolo, Oro-Oro Ombo, Jambangan, dan Kalimati. Ekosistem pun kemudian terganggu.

Diduga Verbena brasiliensis masuk ke kawasan TNBTS pada masa kolonialisme. Berdasarkan buku Flora Pegunungan Jawa karya van Steenis yang dibaca Toni, pada masa kolonial daerah Nongkojajar di Pasuruan menjadi loji (kompleks perumahan Belanda) dan di sana hidup seorang ahli botani yang gemar mendatangkan jenis-jenis tumbuhan dari luar negeri, termasuk Verbena brasiliensis. “Kami menduga, tanaman itu masuk ke TNBTS akibat intervensi manusia masa itu,” kata Toni.

Kini, Verbena brasiliensis menyebar hampir merata di wilayah Semeru bagian barat, di tepi jalan dari Coban Trisula hingga Ranu Pani, padang rumput dan riparian Ranu Regulo, zona riparian Ranu Pani, Ranu Kumbolo, sepanjang jalur pendakian Ranu Pani-Cemoro Kandang. tanaman itu juga bisa dijumpai di sabana Bromo, Penanjakan, dan Blok Argowulan.

“Tapi booming-nya di Oro-Oro Ombo. Luasannya sekitar seperlima dari luas Oro-Oro Ombo. Sejak bekerja tahun 2000, saya belum pernah lihat Verbena brasiliensis di luar kawasan TNBTS,” ujar dia.

Menurut Toni, penyebaran Verbena brasiliensis bisa dikendalikan dengan cara mengisolasinya. Ia tak harus ditanam atau dijual sebagai tanaman hias. Pemanenan bunga sebelum buahnya masak juga dapat mengurangi resiko penyebaran biji.

Keberadaan Verbena brasiliensis bisa pula dimusnahkan dengan pembabatan dan atau mencabut tumbuhan secara berkala sebelum musim berbunga. Pemusnahan dengan cara menggunakan herbisida sintetik, apalagi dengan membakar, dilarang. Namun, hingga sekarang, upaya penanggulangan tersebut belum pernah dilakukan.

ABDI PURMONO

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Fakta Menarik Taman Margasatwa Ragunan yang Selalu Dipadati Pengunjung Saat Libur Lebaran 2024

6 hari lalu

Suasana wisata di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta, Jumat, 12 April 2024. Libur hari raya Idul Fitri, dimanfaatkan sejumlah warga DKI Jakarta untuk berkunjung ke beberapa tempat wisata termasuk Kebun Binatang Ragunan. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Fakta Menarik Taman Margasatwa Ragunan yang Selalu Dipadati Pengunjung Saat Libur Lebaran 2024

Taman Margasatwa Ragunan yang dipadati pengunjung pada libur Lebaran 2024 punya beberapa fakta menarik.


Arti Logo Pameran Flona 2023 di Langan Banteng, Berlangsung hingga 16 Oktober 2023

16 September 2023

Pengunjung melihat koleksi tanaman yang dipamerkan dalam Festival Flora dan Fauna (Flona) 2022 di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu 31 Agustus 2022. Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta kembali menggelar Festival Flora dan Fauna (Flona) 2022 di Taman Lapangan Banteng yang berlangsung hingga 26 September 2022. TEMPO/Subekti.
Arti Logo Pameran Flona 2023 di Langan Banteng, Berlangsung hingga 16 Oktober 2023

Logo Flona 2023 melambangkan Jakarta mendukung Nusantara sebagai Ibu kota baru


Delapan Ekowisata Mangrove di Indonesia yang Kerap Dikunjungi

1 Agustus 2022

Wisatawan di kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo. Dok.TEMPO/Fully Syafi
Delapan Ekowisata Mangrove di Indonesia yang Kerap Dikunjungi

Ekowisata mangrove, yakni wisata edukasi yang mengutamakan keindahan alami dari hutan mangrove serta makhluk hidup di dalamnya.


Papua Dorong Penetapan Kawasan Ekosistem Penting untuk Lindungi Flora dan Fauna

22 Mei 2022

Kepala seksi konservasi hutan bidang perlindungan Dinas Kehutan dan Lingkungan Hidup Provinsi Papua Ahmad Syaifudin saat menandatangani berita acara pelepasliaran 38 Satwa Endemik Papua. (ANTARA/Ardiles Leloltery)
Papua Dorong Penetapan Kawasan Ekosistem Penting untuk Lindungi Flora dan Fauna

Kawasan ekosistem penting tersebut akan dikelola oleh berbagai pihak, termasuk masyarakat adat setempat.


BRIN: 88 Temuan Spesies Baru 2021, Mayoritas dari Sulawesi

28 Januari 2022

Jenis baru kumbang moncong Trigonopterus corona dari Sulawesi. Foto : Humas BRIN CSC Cibinong
BRIN: 88 Temuan Spesies Baru 2021, Mayoritas dari Sulawesi

BRIN mengumumkan hasil temuan spesies flora dan fauna sepanjang 2021. Berkolaborasi dengan peneliti asing,


Ingin Tahu Flora dan Fauna Khas Indonesia, Bisa Lihat di Pecahan Uang Rupiah

16 November 2021

Seekor burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) bertengger di dalam Pura Penataran Agung Ped setelah dilepas liarkan di Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali, Senin 2 April 2012. Tempo/Johannes P. Christo.
Ingin Tahu Flora dan Fauna Khas Indonesia, Bisa Lihat di Pecahan Uang Rupiah

Dalam pecahan uang rupiah terdapat beragam gambar flora dan fauna khas Indonesia, dari jalak bali, burung kepodang hingga anggrek larat, bunga jeumpa


Wisata Edukasi Virtual Kebun Raya Bogor, Tetap Bisa Piknik Sambil Belajar

5 Oktober 2021

Museum Zoologi, Kebun Rakyat Bogor.  Neneng/Kelanaku.com
Wisata Edukasi Virtual Kebun Raya Bogor, Tetap Bisa Piknik Sambil Belajar

Kebun Raya Bogor telah mengjadirkan layanan wistaa edukasi virtual itu bagi pelajar dan mahasiswa selama pandemi.


58 Tahun IPB, Pernah Bergabung dengan Universitas Indonesia

1 September 2021

Ilustrasi Institut Pertanian Bogor (IPB). dok.TEMPO
58 Tahun IPB, Pernah Bergabung dengan Universitas Indonesia

Hari ini, IPB genap 58 tahun, Begini ceritanya pernah bergabung dengan Universitas Indonesia di suatru masa.


Konsep Mini Zoo Makin Marak Sebagai Destinasi Wisata

7 April 2021

Kampung Anggrek memiliki fasilitas kebun binatang mini. TEMPO/Hari Tri Warsono
Konsep Mini Zoo Makin Marak Sebagai Destinasi Wisata

Konsep mini zoo, mirip dengan kebun binatang, tapi dengan lingkup dan jumlah satwa yang lebih sedikit, berikut tempat makan dan penginapan.


Nicholas Saputra Suka Isu Lingkungan Berawal dari Terpaksa...

25 Desember 2019

Nicholas Saputra. TEMPO/Budi Setyarso
Nicholas Saputra Suka Isu Lingkungan Berawal dari Terpaksa...

Nicholas Saputra memproduksi film panjang bertema lingkungan berjudul Semes7a. Ternyata awal mula ia menyukai isu lingkungan karena terpaksa...