TEMPO.CO, Jakarta- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia akan mengajukan banding terkait Rudi (bukan nama sebenarnya), 12 tahun, bocah asal Pematang Siantar, Sumatera Utara. Bocah kelas lima sekolah dasar ini divonis tiga bulan penjara karena mencuri telepon genggam dan komputer jinjing seorang mahasiswi.
"Ada dua kesalahan yang dilakukan Polisi, Kejaksaan, dan Pengadilan," kata Wakil Direktur YLBHI, Alfon Kurnia Palma, di kantornya pada Sabtu, 8 Juni 2013. "Kesalahan pertama adalah umur yang disertakan dalam pemeriksaan."
Rudi melakukan perbuatan itu bersama rekannya saat masih berusia 11 tahun pada awal Maret 2013. "Dia ditangkap akhir Maret." Malang bagi Rudi, tepat 1 April 2013 usianya genap 12 tahun.
Sehingga dalam berkasnya, Rudi, anak seorang dosen Perguruan Tinggi di Pematang Siantar ini dicap sudah bisa ditahan "Padahal dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menyebutkan mereka yang masih dibawah 12 tahun tidak bisa ditahan," kata Alfon.
Kesalahan para penegak hukum ini berlanjut. Rudi ditahan satu sel dengan para narapidana dewasa. "Sering mendapat perlakuan kasar," kata Alfon. Ia kerap disuruh membersihkan ruang tahanan atau memijat.
Pemerhati masalah perlindungan anak, Seto Mulyadi mengecam vonis tersebut. "Bahkan kalau ditahan juga harusnya jangan dicampur dengan orang dewasa," katanya.
Hal ini, menurut Kak Seto, sapaan akrabnya, menyebabkan mental si anak jatuh. Rudi bisa mengalami trauma psikis.
Kak Seto menekankan bahwa kenakalan seorang anak lebih karena akibat lingkungan baik keluarga maupun pergaulan. "Tidak ada anak yang nakal," ujarnya menegaskan.
Rudi yang divonis oleh Pengadilan Negeri Pematang Siantar ini pada Mei lalu bebas pada awal Juni. Setelah bebas dia tinggal bersama seorang wartawan lokal karena orang tua bocah tidak menghendaki untuk pulang.
SYAILENDRA