TEMPO.CO, Tegal--Puluhan lembar uang palsu nominal Rp 50.000, Rp 100.000, dan 1 USD berserakan di teras dan halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tegal, Sabtu malam, 1 Juni 2013. Diselimuti kain hitam, teras bangunan peninggalan kolonial Belanda itu disulap menjadi panggung sederhana acara Road Show kedua Puisi Menolak Korupsi.
Sejak pukul 19.30 WIB hingga pukul 00.00 WIB, sekitar 40 penyair dari 33 kota di Indonesia bergiliran membacakan puisi bertemakan korupsi. Sebagian besar penyair itu membacakan puisi mereka yang terangkum dalam buku Puisi Menolak Korupsi yang diterbitkan Forum Surakarta, Mei 2013.
"Ada penyair dari Mojokerto, Lampung, Pekanbaru, dan Jambi," kata Nurngudiono, penyair dari Kampung Seni Pantai Alam Indah (PAI) Kota Tegal saat ditemui Tempo di sela acara. Roadshow buku kumpulan puisi yang disunting Sosiawan Leak, seniman asal Solo, itu pertama digelar di Blitar, medio Mei.
Dalam buku setebal 450 halaman itu, sebanyak 80 penyair menyumbangkan puisi yang mengangkat tema seputar korupsi. Ada puisi yang secara gamblang menyorot kasus-kasus yang kini sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Ada pula puisi yang menguak ihwal korupsi di tataran masyarakat bawah.
Salah satunya puisi berjudul Ada Korupsi di Warteg Suni karya Andreas Kristoko. Puisi yang ditulis di Mataram pada 10 April 2013 itu mengisahkan seorang pembeli yang hanya membayar dua bungkus keripik. "Sialan! Lelaki itu menilep kerupukku. Makan lima bungkus bayarnya dua bungkus," tulis paragraf terakhir di puisi itu.
Roadshow yang dihelat selama dua hari, hingga Minggu (2/6), itu juga dihadiri sejumlah sastrawan nasional, seperti Darmadi, Isbedi Setiawan, Hilda Beni S, dan Sosiawan Leak. "Acara ini dihelat secara swadaya, dari hasil iuran para seniman. Tidak ada anggaran dari pemerintah," ungkap Nurngudiono yang juga membacakan dua dari lima puisinya dalam buku itu.
Selain menghujat para koruptor, Nurngudiono menambahkan, dalam kumpulan puisi itu juga banyak disinggung ihwal kebiasaan masyarakat yang secara tidak langsung menyuburkan praktik korupsi. Seperti kebiasaan masyarakat menyogok petugas karena rumitnya birokrasi hingga keengganan warga berpartisipasi dalam pemilu karena tidak adanya politik uang (money politic).
Roadshow buku Puisi Menolak Korupsi itu masih akan diselenggarakan di sejumlah kota lain. Rencananya, roadshow terakhir akan dihelat di gedung KPK, Jakarta. "Ini bentuk kepedulian sastrawan terhadap korupsi yang sudah menjadi budaya di Indonesia. Banyak puisi yang kami kembalikan karena kurang layak. Akhirnya terkumpul puisi ini," kata Sosiawan Leak.
Menurut Sekretaris Dewan Kesenian Kota Tegal, Joshua Igho, teras gedung DPRD Kota Tegal sengaja dipilih dengan alasan kasus-kasus korupsi banyak melibatkan para wakil rakyat. "Setahu saya, hanya satu anggota Dewan yang hadir di awal acara, yaitu Abdullah Sungkar (Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Tegal)," terang Igho.
Selain pembacaan puisi, roadshow Puisi Menolak Korupsi juga disemarakkan oleh pementasan musik, tari, dan teater dari seniman lokal Kota Tegal. Meliputi musik akustik dari grup Rasta Pait Teh yang mengusung genre reggae, resital biola oleh Bintoro, tari Kantong Kresek oleh Wahyu Ranggati, dan happening art dari Teater Akar Universitas Pancasila Sakti Tegal.
DINDA LEO LISTY
Topik terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Fathanah
Baca juga
EDSUS GENG MOTOR
Awalnya Priyo Mau Ketemu Fahd, Malah Jadi Reunian
Malam Jahanam, Geng Motor Atiet Abang Dijebak XTC
Mahfud MD Kritik KPK Lewat Twitter
Van Persie cs Datang dengan Pesawat Carteran