TEMPO.CO, Jakarta- Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Ulil Amri mengatakan, premanisme di Yogyakarta kini sudah tak seperti dulu lagi. Jika dulu, ada satu pentolan yang banyak ditakuti oleh seluruh preman di Yogyakarta, kini tak ada lagi pentolan itu. “Sekarang tak ada yang jadi patron untuk preman di Yogyakarta,” kata dia kepada Tempo, Jumat malam 19 April 2013.
Menurut antropolog yang pernah meneliti premanisme di Yogyakarta itu, saat ini pusat kekuasaan preman sudah lebih mengerucut. Titik-titiknya masih tetap sama, kata dia, yaitu di tempat-tempat yang ramai. “Café, pusat prostitusi, pusat keramaian, dan titik lainnya,” ujarnya.
Ulil mengatakan, setelah era preman lokal, kini justru menjamur preman-preman berbasis etnik yang menguasai wilayah-wilayah di Yogyakarta. “Contohnya dari NTT, Sulawesi, Papua, dan lain-lain,” ujarnya.
Hal tersebut menurut Ulil, dikarenakan banyak preman lokal yang mulai kembali ke jalan yang benar. “Itu karena gali di Yogya banyak yang bertobat,” kata dia. Pola migrasi dan rekrutmen preman pun sudah tak seperti dulu lagi. Akhir-akhir ini, rekrutmen lebih diutamakan mereka yang punya kesamaan etnis, dan relasi sosial.
Menurut Ulil, masalah premanisme ini menjadi konflik laten yang harus diwaspadai di Yogyakarta. “Karena bisa mencoreng citra Yogyakarta sebagai pusat budaya adiluhung,” katanya.
JULI HANTORO
Topik Hangat:
Ujian Nasional | Bom Boston | Lion Air Jatuh | Serangan Penjara Sleman | Harta Djoko Susilo
Berita Terpopuler:
Kena Gusur, Warga Waduk Pluit Marah pada Jokowi
Begini Tampang Tersangka Bom Boston sesuai CCTV
Lion Air Jatuh, Boeing Beri Penghargaan Pilot
Jokowi Dilarang 'Nyapres'
Jokowi Tak Suka Ujian Nasional