TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat perkotaan dan kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Sonny Harry Harmadi, menilai penyebab kisruh lahan yang akan dibangun gedung Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lemahnya pengawasan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap aset negara."Karena pengawasan tidak ketat, aset yang terbengkalai digunakan warga. Saat mau dipakai pemerintah, jadi ramai," kata dia kepada Tempo, Rabu, 10 April 2013.
Menurut Sonny, Pemda DKI Jakarta tentu telah mendata semua aset secara berkala, terutama lahan atau tanah kosong. Sayangnya, pengawasan aset tidak berjalan baik. Pembiaraan terhadap aset seperti inilah yang menyebabkan warga sering kali memanfaatkan tanah kosong itu. Selanjutnya, karena sudah lama tinggal di sana dan dibiarkan, maka warga merasa memiliki tanah tersebut.
"Wajar mereka berusaha mempertahankan, apalagi kalau sudah tinggal puluhan tahun. Namun, tetap saja itu bukan hak mereka. Pemerintah tentu juga harus melakukan pendekatan yang persuasif," kata Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.
Beberapa waktu lalu, penghuni Kavling Jalan Gembira Kelurahan Guntur, Jakarta Selatan, memprotes KPK karena mengambil lahan yang mereka tempati. Menurut mereka, tempo pengambilalihan lahan terlalu singkat tanpa memberi waktu untuk mempersiapkan diri.
Sengketa lahan KPK di Jalan Gembira terjadi sejak tahun 2010. Tanah tersebut awalnya milik pengembang, lalu diambil alih Kementerian Keuangan sejak krisis moneter. Karena tak terpakai, sekitar 5 kepala keluarga menempati lahan itu sejak 1997. Hingga pada 2010, ketika penghuni berkembang menjadi 81 kepala keluarga, mereka kaget saat menerima surat permintaan pengosongan lahan. Mereka mengaku belum siap digusur. Warga yang sebagian besar pemulung dengan pendapatan Rp 50.000 per hari itu belum tahu akan pindah ke mana.
Kelurahan Guntur akhirnya memfasilitasi pertemuan antara warga dengan KPK. Warga menyatakan siap pindah. Namun, ketika pemerintah hendak mengambil alih lahan, warga kembali mengungkapkan ketidaksiapannya. Kini hanya 48 kepala keluarga atau 155 jiwa yang tersisa di lahan tersebut.
MUNAWWAROH
Topik Terhangat Tempo:
Penguasa Demokrat || Agus Martowardojo || Serangan Penjara Sleman || Harta Djoko Susilo || Nasib Anas