TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Agusdien Farid menuturkan pengalihan pengelolaan anggaran program beras miskin atau Raskin merupakan saran auditor Badan Pemeriksa Keuangan kepada Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat.
Menurut dia, Bulog saat ini hanya bertugas sebagai penyedia dan penyalur beras, menyiapkan rencana dan melaporkan harga pokok beras kepada kuasa pengguna anggaran. "Dan mengajukan permintaan pembayaran kepada Kementerian Sosial," kata Agusiden di Jakarta, Senin, 18 Maret 2013.
Kementerian Sosial mengambil alih pengelolaan program subsidi beras untuk masyarakat miskin atau Raskin dari Perum Bulog pada tahun ini. "Tujuannya agar transparan dan tidak terjadi penyelewengan," kata Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri di kantornya.
Salim menjelaskan, sebagai kuasa pengguna anggaran, kementeriannya akan fokus mengelola anggaran sementara Badan Urusan Logistik hanya sebagai penyedia dan penyalur Raskin. Menurut dia, pengawasan akan lebih transparan jika kuasa pengguna anggaran berbeda dengan penyedia beras.
Pemerintah menargetkan program Raskin tahun ini menyentuh 15,5 juta rumah tangga sasaran. Setiap keluarga mendapat jatah beras 15 kilogram per bulan dengan harga tebus Rp 1.600 dan subsidi pemerintah Rp 6.151 per kg. Total beras yang disalurkan selama setahun sekitar 2,76 kg dengan anggaran subsidi Rp 17,2 triliun.
Deputi Bidang Politik, Sosial, dan Keamanan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Ahmad Sanusi, menuturkan dalam pelaksanaan program Raskin sebelumnya, ditemukan dua laporan penyimpangan oleh BPK. Namun dirinya dan institusinya merasa tidak berhak membahas mengenai ini.
Sebelumnya, Majalah Tempo menduga terjadi penyelewengan beras untuk masyarakat miskin terjadi di berbagai lini. Beras yang dijual bermutu jelek dan tak layak konsumsi. Subsidi belasan triliun rupiah tak tepat sasaran. Hasil audit Program Raskin 2011 oleh BPK menyebutkan pemerintah kelebihan pembayaran kepada Bulog sebesar Rp 435,114 miliar.
Subsidi berdasarkan realisasi penyaluran beras murah senilai Rp 15,883 triliun, tapi pemerintah membayar Rp 16,318 triliun. Sehingga BPK merekomendasikan direksi Bulog agar membicarakan penyelesaian kelebihan bayar itu dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.
Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso menyangkal adanya kelebihan bayar oleh pemerintah. Menurut dia, itu hanya selisih pembelian dari harga yang ditetapkan Menteri Keuangan. "Jadi tidak ada akal-akal anggaran. Sistem kami seperti Dirjen Pajak, kalau ada kelebihan harga ya kami kembalikan uangnya, kalau kurang kami minta uangnya," katanya kepada Tempo, Senin sore.
SUNDARI SUDIJANTO | INDRA WIJAYA