TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Neneng Sri Wahyuni dengan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp 300 juta atau diganti dengan pidana 6 bulan kurungan. Istri Muhammad Nazaruddin ini terbukti bersalah dalam proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Neneng Sri Wahyuni melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam dakwaan pertama," kata ketua majelis hakim, Tati Hadiyanti, saat membacakan putusan, Kamis, 14 Maret 2013.
Tati menjelaskan, Neneng melanggar Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Hakim Joko Subagyo mengatakan hal-hal yang memberatkan adalah tindakan Neneng tidak sejalan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, mengabaikan panggilan penyidik KPK, dan tak segera menyerahkan diri ke KPK ketika tahu menjadi buronan. "Sedangkan hal-hal yang meringankan, terdakwa masih punya anak-anak yang masih kecil-kecil dan belum pernah dihukum," ujar dia.
Neneng, kata hakim I Made Hendra, terbukti terlibat dalam korupsi pengadaan PLTS itu. Dia ikut menegosiasikan pembayaran kepada PT Sundaya Indonesia, perusahaan yang mengerjakan proyek itu. Dia juga yang mengelola dan mencairkan uang dengan memerintahkan staf PT Anugrah Nusantara, perusahaan suaminya, dengan meminta mereka berpura-pura menjadi pegawai PT Alfindo Nuratama Perkasa, perusahaan yang memenangi tender tersebut.
Selain itu, Neneng terbukti membuka rekening giro di BRI Cabang Veteran. Salah satunya karena pegawai bank BRI mengaku selalu meminta konfirmasi Neneng sebelum mencairkan cek perusahaan. Hal itu juga diamini oleh bekas anak buah Muhammad Nazaruddin: Oktarina Furi dan Yulianis. "Terdakwa mengetahui dan mengambil peran dalam proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya di Kemenakertrans," kata hakim Made.
Hakim Ugo mengimbuhkan, Neneng juga terbukti memperkaya diri sendiri dan orang lain, serta Anugrah Nusantara. Untuk memuluskan pemenangan proyek, dia memberikan uang kepada panitia lelang dan pengadaan sebanyak Rp 124 juta. Sementara dia mengantongi uang untuk dirinya sendiri Rp 800 juta. Sedangkan Anugrah Nusantara diuntungkan Rp 1,8 miliar. "Sehingga unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi dalam hal ini terpenuhi," ujar dia.
Karena Neneng dan penasehat hukumnya tak hadir dalam sidang tersebut, Tati memerintahkan agar jaksa penuntut umum mengumumkannya di papan pengumuman pengadilan, kantor pemerintah daerah, atau memberi tahu pengacaranya. Neneng diberi waktu selama sepekan untuk menerima, banding, atau pikir-pikir. "Pikir-pikir dihitung 7 hari setelah terdakwa menerima pemberitahuan tersebut," katanya. Apabila tak ada sikap, ia menambahkan, mereka dianggap menerimanya.
Sementara itu, penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi akan mempertimbangkan vonis itu. "Kami menyatakan pikir-pikir," kata jaksa Kadek.
NUR ALFIYAH
Baca juga:
Prabowo: Negara Ini Sedang Sakit
Soal Hercules, Kapolda: Tak Usah Gentar!
KPK Usut Pertemuan Bambang cs
Kasus Harrier Anas, KPK Periksa Dua Perwira Polisi