TEMPO.CO , Jakarta: Majelis Kehormatan Hakim menjatuhkan sanksi non-palu atau tidak boleh menangani perkara selama 2 tahun terhadap hakim Nuril Huda. Majelis bentukan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial ini menyatakan hakim Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, itu terbukti melanggar kode etik karena menerima uang Rp 20 juta dari pihak beperkara. ”Bukti hasil investigasi, keterangan saksi dan hakim Nuril sendiri selaku terlapor cukup bagi majelis untuk memberikan sanksi tidak boleh bersidang selama 2 tahun,” kata Ketua Majelis Kehormatan Hakim Eman Suparman dalam putusan yang dibacakan di Mahkamah Agung kemarin.
Sanksi ini lebih ringan ketimbang rekomendasi Komisi Yudisial yang meminta agar hakim Nuril diberhentikan secara hormat. Alasannya, majelis mempertimbangkan rekam jejak hakim Nuril yang tidak pernah mendapat sanksi disiplin selama menjalankan tugasnya.
Ini bermula pada Maret 2011 ketika Nuril didatangi Edy Nata, seorang pengacara. Dalam pembelaannya di persidangan etik, Nuril bercerita kepada Edy ihwal sumbangan peresmian gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Palangkaraya. Saat itu Nuril, yang menjabat ketua pengadilan negeri, adalah seksi dana untuk peresmian pembangunan Pengadilan Antikorupsi.
Beberapa hari kemudian, Edy membawa Rp 20 juta. ”Dia menyumbang secara ikhlas. Karena itu, saya menerimanya,” kata Nuril dengan terbata-bata dan berlinang air mata saat menyampaikan pembelaannya. Nuril mengaku tidak tahu bahwa Edy adalah pengacara yang perkaranya sedang ia tangani. Pada Oktober 2012, Nuril memutus perkara klien Edy bersalah.
Singkat cerita, setelah putusan itu, Nuril mencoba mengembalikan uang tersebut melalui panitera. Namun Edy menolaknya. Edy melaporkan kasusnya ke Komisi Yudisial. Dalam laporannya. Edy menyatakan dimintai uang Rp 20 juta oleh Nuril. Laporan Edy disertai bukti berupa rekaman video.
Majelis etik mengapresiasi niat Nuril mengembalikan uang. Tapi pengembalian itu dianggap telat karena sudah satu tahun berlalu. Nuril menerima uang pada Maret 2011, dan berniat mengembalikan pada Oktober 2012. Dalam rentang setahun itu, muncul berita di media massa soal uang yang diberikan kepada Nuril.
Adapun anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, meminta Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung tidak hanya memberikan sanksi etik kepada Nuril, Sebab, sanksi etik tidak cukup memberi efek jera kepada hakim yang terbukti menerima suap. ”Kalau yakin terbukti menerima uang, harusnya diserahkan ke ranah pidana untuk ditindaklanjuti. Bukti menerima uang itu sudah termasuk pelanggaran keras seorang hakim, meskipun nilainya hanya Rp 20 juta,” kata Emerson kemarin. | MUHAMAD RIZKI | RUSMAN PARAQBUEQ
Berita Terpopuler:
Malaysia Bayar Sewa ke Sultan Sulu Rp 14 Juta
Fakta-fakta Menarik Jelang MU Vs Real Madrid
Pegawai Kemenag Dicurigai Gelapkan Dana Haji
'Perjalanan Pulang' Keluarga Sultan Sulu ke Sabah
Polisi Gamang Usut Golden Traders