TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kesehatan mengakui bahwa tenaga kesehatan banyak yang menolak ditempatkan di daerah terpencil, seperti Papua. Menurut staf ahli Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi Kementerian Kesehatan, Bambang Sardjono, fakta inilah yang menjadi salah satu penyebab pelayanan kesehatan timpang di Papua dibandingkan provinsi lain.
"Mereka menolak karena kebutuhan dasar hidupnya susah diakses," kata Bambang ketika ditemui di seminar "Peningkatan Kualitas Asuhan Neonatus dalam Pelayanan Kesehatan" di Jakarta, Rabu, 27 Februari 2013. Dia menuturkan, kebutuhan yang sulit ditemukan di Papua adalah telekomunikasi atau sinyal seluler, air, transportasi, dan listrik.
Menurut Bambang, banyak puskesmas di provinsi tersebut yang ditinggalkan oleh dokter dan tenaga medis lain. Kalaupun ada petugas medisnya, peralatan kesehatan umumnya masih minim. "Percuma ada peralatan canggih kalau tidak ada listrik," kata Bambang.
Untuk itulah, ujar Bambang, Kementerian Kesehatan meminta kementerian lain untuk membantu akses yang diperlukan. Misalnya, untuk masalah sinyal telekomunikasi dipenuhi oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, akses transportasi oleh Kementerian Perhubungan, listrik di Kementerian Energi dan SDM, serta air di Kementerian Pekerjaan Umum.
Saat ini Provinsi Papua membutuhkan sekitar 16 ribu tenaga medis. Kepala Dinas Kesehatan Papua, Josef Rinta, mengatakan, terdapat 4.000 lebih kampung di Papua, namun hanya 1.100 yang memiliki sarana dan tenaga kesehatan. "Kami masih butuh dokter, baik spesialis, juga bidan, bagian gizi dan analis, serta tenaga kesehatan lingkungan," kata Josef.
Menanggapi hal ini, Bambang menuturkan, angka tersebut terlalu berlebihan untuk Papua. Menurut dia, jangan samakan kebutuhan Papua dengan yang ada di Jawa. "Di Papua, satu puskesmas di pegunungan kadang hanya melayani lima keluarga," kata Bambang.
Bambang menuturkan, kebutuhan tenaga medis seperti dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan tenaga sanitasi sekitar 2.285 orang. Sedangkan untuk dokter spesialis seperti bedah, anak, dan kandungan, khusus Papua, sementara ini bisa menggunakan dokter umum yang mendapatkan pelatihan tambahan selama tiga bulan. "Tapi, kalau dokter spesialisnya sudah datang, dokter umum tidak boleh menangani yang khusus lagi," kata Bambang.
SUNDARI
Ratusan Ibu Rumah Tangga Mengidap HIV/AIDS
Penderita AIDS Manado Bertambah 9 Orang per Bulan
Pengguna Obat Suntik Paling Rawan Terkena HIV/AIDS