TEMPO.CO, Purwokerto - Kejaksaan Negeri Purwokerto terus mendalami dugaan kasus korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat teras Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Saat ini mereka sedang menelusuri kekayaan sejumlah tersangka yang diduga berasal dari uang korupsi.
“Memang kami sedang telusuri, tapi teknisnya tidak bisa kami sebutkan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Eko Suwarni, Selasa, 26 Februari 2013.
Ia menyatakan, jika sampai bocor tentang teknis penelusuran itu, ditakutkan ada usaha menghilangkan barang bukti. Masih menurut Eko, Kejaksaan masih mengembangkan kasus ini dengan intens memeriksa sejumlah saksi yang diduga terlibat kasus ini.
Kejaksaan Negeri Purwokerto sudah menetapkan tiga tersangka dugaan kasus korupsi kerja sama antara Unsoed dengan PT Aneka Tambang. Tiga tersangka itu adalah Rektor Edy Yuwono, Kepala Unit Pelaksana Teknis Percetakan Winarto Hadi, dan Asisten Manager Corporate Social Responsibility PT Aneka Tambang, Suatmadji.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Purwokerto, Hasan Nurudin Achmad, mengatakan selain menelusuri kekayaan tersangka korupsi, Kejaksaan juga sudah memeriksa enam pejabat Unsoed hingga Senin malam. “Kami sedang mendalami soal honor dan uang lelah kerja sama itu,” kata dia.
Ia mengatakan, honor yang diberikan dalam proyek itu ke masing-masing anggota Tim 9 atau Kelompok Walisongo mencapai Rp 150 juta. Padahal, dalam rancangan anggaran biaya uang honor hanya Rp 24 juta hingga Rp 30 juta. Ada penggelembungan angka honor hingga 400 persen.
Dalam pemeriksaan yang berakhir hingga Senin malam pukul 23.00 itu, Kejaksaan juga berhasil mengungkap aliran dana berupa komisi sebesar Rp 580 juta kepada Suatmadji. Suatmadji mendapatkan komisi 10 persen dari total nilai proyek sebesar Rp 5,8 miliar. Masih menurut Hasan, uang honor dibagi-bagi dalam bentuk tunai dan mobil. Empat mobil sudah disita oleh Kejaksaan.
Kuasa hukum Unsoed, Nur Cahyo, mengatakan bahwa proyek itu sudah dijalankan sesuai ketentuan. “Menurut hemat kami, tidak ada korupsi dalam kasus itu,” katanya. Ia menyebutkan, soal honor yang dipertanyakan Kejaksaan juga sudah sesuai dengan ketentuan. “Real uang yang sudah cair baru 15 persen dari total Rp 5,8 miliar,” katanya.
Menurut dia, sesuai dengan aturan yang berlaku, anggota tim berhak mengalokasikan sebesar 30 persen untuk honor dari nilai proyek. “Ini baru 15 persen yang diterima, bahkan belum sampai 30 persen. Di mana korupsinya?” kata dia. Ia berharap, Kejaksaan menghentikan kasus ini dengan mengelurkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). “Jika Kejaksaan ragu-ragu dan tidak cukup bukti, sebaiknya kasusnya dihentikan,” kata dia menambahkan.
ARIS ANDRIANTO