TEMPO.CO, Jakarta - Seusai menggelar rapat Majelis Tinggi dengan sejumlah petinggi Demokrat, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan mengambil alih pucuk pimpinan partai. Sedangkan Wakil Ketua Majelis Tinggi Anas Urbaningrum diminta fokus menyelesaikan kasus hukum yang membelitnya di Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ari Dwipayana, menganggap keputusan mengambil alih merupakan sikap SBY yang mendua. “Dia seperti menjilat ludah sendiri," kata Ari kala dihubungi, Sabtu, 9 Februari 2013. "Keputusan itu tidak sesuai dengan yang dia sampaikan di awal tahun 2013.”
Sebelumnya, Presiden SBY pernah menyampaikan kepada para menteri asal partai politik untuk fokus mengurus negara. “Kenyataannya, sekarang Presiden malah sibuk mengurus partai sendiri.” Ari juga beranggapan, langkah SBY mengambil alih Demokrat bukan jaminan untuk menyelamatkan partai itu. Malah Ari menyarankan agar ada mekanisme demokratis sebagai basis bagi perilaku politik. "Kalau seperti ini, tidak harus ketua dewan pembina juga bisa melakukan,” kata dia.
Ari menduga ada krisis konstitusionalitas di dalam Demokrat. Sebab, yang ditonjolkan sekarang ini adalah kekuasaan. Dan Ari khawatir cara itu tak berbeda dengan kondisi Partai Golkar di era Soeharto.
Pengambilalihan kekuasaan oleh SBY, Ari melanjutkan, justru dapat membuat tingkat elektabilitas dan citra Demokrat semakin menurun. Bahkan dia tidak yakin Demokrat bisa memperbaiki citra selama setahun ke depan, hingga Pemilihan Umum 2014. “Kalau mau menyelamatkan, kenapa tidak dari dulu?” kata Ari.
SATWIKA MOVEMENTI
Baca juga:
SBY Ambil Alih Partai, Anas Diminta Fokus Kasusnya
Marzuki Alie: Anas Tersangka, Langsung Diberhentikan
Tiba di Cikeas, Anas Merendahkan Posisi Duduknya
Demokrat Memanas, Pendukung Kumpul di Rumah Anas