TEMPO.CO, Balikpapan - Kerusakan hutan bakau di pesisir Kota Balikpapan dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, diperkirakan mencapai 70 persen. Pembukaan lahan untuk pelabuhan, tambang, maupun perkebunan mengubah wilayah hutan bakau menjadi kawasan industri. “Kasusnya banyak, tidak ada satu pun yang masuk ke pengadilan, apalagi kena sanksi hingga dipenjara,” kata Direktur Eksekutif Sentra Program Pemberdayaan dan Kemitraan Lingkungan (STABIL), Jufriansyah, Jumat, 11 Januari 2013.
Jufriansyah mengatakan, kerusakan hutan bakau terjadi dalam lima tahun terakhir ini. Kerusakan terjadi di Balikpapan Barat hingga ke Utara seluas 14 ribu hektare. Di Balikpapan Timur, kerusakan hutan mencapai 6.000 hektare. Untuk memperbaiki kembali kerusakan hutan bakau itu diperlukan waktu minimal lima tahun.
Pernyataan STABIL diakui Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Balikpapan, Fahruddin. Menurut dia, kerusakan lingkungan itu disebabkan oleh kegiatan perusahaan sehingga mengakibatkan sedimentasi. Kerusakan itu bahkan berdampak pada habitat terumbu karang di pesisir dan mengganggu binatang langka. “Tapi kami belum bisa bicara berapa persen kerusakannya. Data itu diketahui dari perusahaan yang menyusun amdal,” kata Fahruddin.
Peneliti Primata di Teluk Balikpapan dari Universitas Southern Bohemia, Republik Cek, Stanislav Lhota, mengatakan, aktivitas perusahaan di pesisir Balikpapan juga akan mengancam kehidupan biota laut. Sebab, laju sendimentasi kini mencapai 2 meter per tahun. Jika tidak segera diantisipasi, kerusakannya akan semakin parah. “Endapan lumpur menutupi terumbu karang, padahal terumbu karang itu tempat berkembang biaknya ikan. Harus ada langkah konkret pemerintah daerah.”
Fahruddin berjanji akan memperketat izin AMDAL di pesisir. Izin AMDAL akan dikeluarkan jika perusahaan berkomitmen untuk memperbaiki kondisi terumbu karang dan hutan bakau.
SG WIBISONO