TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika bersikukuh membela PT Indosat Tbk dan anak usahanya, PT Indosat Mega Media (IM2). Kementerian beranggapan bahwa kedua perusahaan ini tidak menyalahi aturan, apalagi terlibat korupsi seperti tuduhan Kejaksaan Agung.
"Meski begitu, kami tetap menghormati niat pemberantasan korupsi dari Kejaksaan Agung," kata juru bicara Kementerian Komunikasi, Gatot S. Dewa Broto, saat dihubungi Tempo, Senin, 7 Januari 2013.
Kementerian, menurut dia, percaya Korps Adhyaksa punya celah sendiri untuk menemukan dan membuktikan tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua perusahaan telekomunikasi itu.
Kementerian juga ikut berperan dalam penyidikan kasus ini, salah satunya dengan mengirimkan beberapa pejabat Kementerian untuk diperiksa sebagai saksi. "Tapi, mereka sama-sama berpandangan kalau Indosat dan IM2 tidak bersalah," kata Gatot.
Kementerian mendasarkan dukungannya kepada Undang-Undang Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Dalam undang-undang itu disebutkan bahwa penyedia bisnis telekomunikasi dibagi atas penyedia jaringan dan penyedia jasa.
Penyedia jaringan adalah perusahaan yang punya jaringan Internet sendiri. Jumlahnya pun tak banyak, sekitar 20 perusahaan seperti Indosat, Telkomsel, dan XL Axiata. Sedangkan penyedia jasa jumlahnya mencapai 220 perusahaan, salah satunya IM2.
Penyedia jasa ini memang tidak punya jaringan sendiri. Mereka pun diperbolehkan menyewa jaringan kepada penyedia jaringan. "Aturan ini untuk mempermurah biaya Internet ke masyarakat," kata Gatot.
Dia menambahkan, "Kalau penyedia jasa seperti IM2 dan perusahaan lain harus punya jaringan sendiri maka biaya Internet bakal jadi mahal sekali," ujar dia. Imbasnya, masyarakat akan terbebani biaya Internet dan banyak perusahaan penyedia jasa yang akan bangkrut.
Menurut Gatot, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring pernah memberikan penjelasan perihal kasus Indosat dan IM2 kepada Jaksa Agung Basrief Arif pada Februari tahun lalu. Menteri Tifatul pun sudah mengirimkan surat resmi kepada Kejaksaan Agung pada Desember lalu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan dua perusahaan, yakni Indosat dan IM2, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan jaringan 3G. Kejaksaan menilai dua perusahaan ini menikmati hasil korupsi yang ditaksir merugikan negara Rp 1,3 triliun.
Tujuan Kejaksaan menjerat dua perusahaan ini adalah untuk membidik pengembalian duit negara. Kejaksaan pun sudah menjerat Direktur Utama IM2, Indar Atmanto, dan mantan Direktur Utama Indosat, Jhonny Suwandi Syam, sebagai tersangka. Mereka diduga sebagai dua individu yang bertanggung jawab atas kasus ini.
Kasus ini bermula saat konsumen Telekomunikasi Indonesia melaporkan penyalahgunaan pita frekuensi 2,1 Ghz generasi ketiga (3G) oleh Indosat dan IM2. Korupsi ini diduga merugikan negara Rp 3,8 triliun.
Pada 2007, Indosat mendapat pita frekuensi 3G bersama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) dan PT XL Axiata Tbk. Namun, Indosat menjual frekuensi ini sebagai Internet broadband melalui anak usahanya IM2. IM2 dilaporkan tidak pernah mengikuti seleksi pelelangan pita jaringan pada pita frekuensi 2,1 GHz sehingga dianggap tidak berhak memanfaatkan jalur tersebut.
IM2 juga tidak memiliki izin penyelenggara 3G karena izin penyelenggara dimiliki Indosat. Kejaksaan menilai IM2 sebagai penyelenggara jasa telekomunikasi telah memanfaatkan jaringan bergerak seluler frekuensi 3G tanpa izin resmi dari pemerintah.
INDRA WIJAYA