TEMPO.CO , Jakarta:Komisi Yudisial sedang membidik Hakim Agung yang memutus bebas Jonny Abbas. Laporan resmi dari seorang pelapor yang membeberkan peristiwa di balik munculnya putusan itu sudah masuk Komisi sejak awal Desember 2012. "Sinyalemen yang disampaikan pelapor tak hanya soal salah tafsir putusan Pengadilan Tinggi Singapura, namun juga adanya indikasi suap," kata Komisioner Komisi Yudisial Suparman Marzuki ketika dihubungi Tempo, Ahad, 6 Januari 2013.
Jonny Abbas merupakan Direktur PT Prolink Logistics Indonesia, perusahaan jasa pengiriman barang antarnegara. Kasusnya bermula pada Februari 2009, ketika 30 kontainer berisi BlackBerry dan minuman keras milik perusahaan itu ditahan Bea dan Cukai Tanjung Priok karena tak punya izin impor.
Jonny menggugat penangkapan kontainernya ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Berdalih kontainer salah alamat, harusnya ke Singapura, Jony menang. Hasilnya, Bea-Cukai menerbitkan surat reekspor. Hingga kontainer milik Jonny tiba di Singapura, tak ada upaya perlawanan dari Bea-Cukai.
Berdasarkan aduan perusahaan pemilik kontainer, Antariksa Logistik, Jonny bersama bosnya, Nurdian Cuaca alias Pardin, dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan tuduhan penupuan dan peggelapan. Pengaduan tersebut berbuntut putusan menghukum Jonny 1 tahun 10 bulan penjara. Nurdian kabur dan jadi buron.
Di tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan Jonny. Tapi di tingkat Kasasi, Mahkamah Agung memutus Jonny bersalah. Dia mengajukan permohonan Peninjauan Kembali.
Pada 18 Oktober 2012, Majelis PK yang dipimpin Hakim Agung Djoko Sarwoko dan beranggotakan Hakim Agung Achmad Yamanie serta Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh, membebaskan Jonny. Putusan itu tertuang dalam Putusan Peninjauan Kembali nomor 66.
Komisi Yudisial mengaku sangat tertarik dengan perkara tersebut. Sebab, di dalam putusan itu, ada perbedaan pendapat alias dissenting opinion dari Ayyub. Anehnya, satu pertimbangan utama Majelis PK diambil dari putusan perdata Pengadilan Tinggi Singapura pada 30 Juli 2012, yang ternyata menyatakan Jonny dan Nurdian bersalah karena menguasai 30 kontainer secara sepihak.
MUHAMAD RIZKI