TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan peristiwa matinya radar Bandara Soekarno Hatta tidak boleh dianggap peristiwa biasa. Ia menginstruksikan dilakukan investigasi menyeluruh.
"Ini tidak boleh dianggap biasa-biasa saja. Dampaknya luar biasa,” kata Presiden Yudhoyono dalam keterangan persnya di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jumat, 21 Desember 2012. “Kalau ada yang lalai, berikan sanksi. Ini bukan yang pertama kali.”
Menurut Presiden SBY, jika permasalahan tersebut terletak pada instrumen, maka segera diprioritaskan pengadaannya. ”Saya kira hal itu tidaklah sulit," kata dia. Apalagi, kata Presiden SBY, sebuah bandara internasional harus memiliki kelengkapan instrumen, sistem dan sarana. "Saya ingin di negeri ini jelas aturannya. Yang berprestasi diberi imbalan. Yang lalai, apalagi melakukan kesalahan, diberi sanksi," kata dia.
Sebanyak 20 pesawat dari Jakarta sempat tertunda keberangkatannya karena matinya radar Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten, pada Ahad, 16 Desember 2012. Matinya radar berawal dari kebakaran Unitteruptable Power Supply (UPS). Air Traffic Control kemudian mengalami gangguan suplai listrik sehingga tidak bisa segera berpindah ke manual.
Selain pesawat tertunda di Jakarta, juga ada penundaan keberangkatan pesawat ke Jakarta. Beberapa pesawat akhirnya memutuskan kembali ke bandara asal (return to base). Yang dianggap paling membahayakan adalah nyaris bertabrakannya (near-miss) dua pesawat Lion Air.
Presiden SBY juga menginstruksikan agar investigasi tidak berlangsung lama. Dia meminta segera dilakukan tindakan, sanksi, dan perbaikan di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. ”Itu dalam waktu yang tidak terlalu lama,” katanya.
ARYANI KRISTANTI