TEMPO.CO, Yogyakarta - Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menolak mengembalikan uang hasil pungutan disinsentif kartu identitas kendaraan (KIK) ke kas negara. Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia merekomendasikan hal itu. Menurut Rektor UGM Profesor Pratikno, keputusan itu diambil setelah konsultasi dengan Kementerian Keuangan. “Kita tanya ke Kemenkeu, katanya tidak perlu,” ujar dia kepada wartawan, Jumat, 30 November 2012.
Pratikno menduga ORI menganggap UGM merupakan kampus negeri yang dikelola berdasar pada UU Badan Layanan Umum. Tapi, katanya, setelah UU Perguruan Tinggi terbit, kampusnya kembali berstatus sebagai badan hukum milik negara sehingga pengelolaan keuangannya tak bisa disamakan dengan BLU. “Kita masih akan komunikasikan ini dengan kawan-kawan ORI,” ujarnya.
Pratikno mengaku, hingga kini, uang hasil pungutan KIK belum pernah digunakan sama sekali. Dia juga mengaku lupa jumlah uang yang sudah berhasil dikumpulkan UGM sejak KIK diberlakukan pada 2010. “Jumlahnya saya lupa, nanti kita pasti akan publikasikan data itu,” kata Pratikno.
Untuk mengurus KIK, civitas academica dibebani biaya Rp 200 ribu. Civitas academica yang tidak punya KIK akan dibebani biaya yang sama seperti masyarakat umum, yakni Rp 1.000 untuk sepeda motor dan Rp 2.000 untuk mobil. UGM menolak untuk menyebut beban biaya itu sebagai pajak atau retribusi, melainkan disinsentif. Hasil pungutan disinsentif masuk ke rekening rektor di Bank BNI Cabang UGM dengan nomor rekening 0039652522.
Plt Ketua ORI Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, Budi Masturi, menganggap isi rekomendasi lembaganya sudah benar. Salah satu acuan peraturan yang melandasi isi rekomendasi ORI ke UGM agar segera mengembalikan uang disinsentif KIK ke kas negara ialah PP Nomor 54 Tahun 2009 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “Kalau menurut aturan itu, disinsentif KIK bisa diambil UGM jika ada izin resmi dari Kemenkeu, tapi itu tak pernah ada saat kami tanyakan,” ujar dia.
Dia menyarankan UGM lebih baik menjawab surat rekomendasi ORI secara resmi agar segera bisa menjadi bahan evaluasi lembaga itu. Menurut Budi, jika UGM merasa sudah berkonsultasi dengan Kemenkeu, UGM sebaiknya menunjukkan surat rekomendasi resmi hasil konsultasi itu. “Kalau hanya lisan, silakan disebutkan siapa pejabat Kemenkeu yang memberi konsultasi dan kapan waktunya. Kita akan jadikan itu bahan review ke Kemenkeu,” kata Budi.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM