Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ini Curhat Bekas Penyidik KPK tentang Abraham Samad

Editor

Anton Septian

image-gnews
Ketua KPK, Abraham Samad. TEMPO/Seto Wardhana
Ketua KPK, Abraham Samad. TEMPO/Seto Wardhana
Iklan

TEMPO.COJakarta - Bekas penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi kembali berkeluh kesah soal institusi lamanya. Kali ini mereka tak menumpahkan unek-uneknya di hadapan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan kepada wartawan.

Salah seorang di antaranya, yang juga hadir ketika mereka dipanggil DPR pada Rabu pekan lalu, adalah Komisaris Hendy Kurniawan. Di Balai Wartawan Mabes Polri hari ini, Selasa, 27 November 2012, dia menceritakan lagi pertemuan di DPR.

Menurut Hendi, awalnya anggota Dewan bertanya tentang alasan dia dan rekan-rekannya mundur dari KPK. Hendi pun mengatakan memilih kembali ke Polri pada 1 November lalu dengan alasan kondisi internal komisi antikorupsi yang sudah tak kondusif.

”Saya mundur bukan terkait simulator,” kata Hendi, merujuk kasus simulator kemudi yang memanaskan hubungan KPK dan Polri.

Hendi sudah enam tahun bertugas di KPK. Dia mengalami era Taufiequrachman Ruki, Antasari Azhar, dan setahun bersama Abraham Samad. Menurut dia, periode Tumpak dan Antasari taat terhadap standar operasional prosedur. Namun, kondisi berbeda dirasakannya pada masa Abraham.

”Periode Antasari cukup taat aturan SOP. Perkara dibangun melalui ekspose perkara antara penyidik, jaksa penuntut umum, dan pimpinan. Pimpinan bisa membangun pengetahuan penyidik,” kata Hendi.

Menurut Hendi, Abraham sering mengabaikan prosedur. Seperti saat penetapan Miranda Swaray Goeltom dalam kasus suap cek pelawat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004 dan Angelina Patricia Pingkan Sondakh dalam kasus suap pembahasan anggaran pendidikan di DPR pada 2011. 

"Saat itu Samad tidak melalui mekanisme SOP. Penyidik dan jaksa berkeyakinan tak ada alat bukti dalam kasus Miranda. Dan kami sudah tuangkan itu dengan notulen. Saat gelar perkara memang tidak ada alat bukti, tetapi Samad serta-merta mengumumkan kepada publik bahwa Miranda tersangka," kata lulusan Akademi Kepolisian 2000 ini.

Dalam kasus Angie, Abraham mengumumkannya sebagai tersangka tanpa ada surat perintah penyidikan. “Penetapan Angie dan Miranda langsung instruksi dari Abraham Samad dengan berkata, 'Saya ini jenderal. Saya yang bertanggung jawab, kamu tinggal laksanakan’,” kata Hendi.

Saat penyidikan kasus suap cek pelawat, Hendi mengaku pernah hendak ditarik ke Mabes Polri. Kala itu, Hendi merupakan penyidik kasus suap cek pelawat dengan tersangka Nunun Nurbaetie, istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun. KPK sedang mengembangkan penyidikan terhadap Miranda.

Menurut Hendi, dia dan sejumlah penyidik tidak sependapat dengan penetapan Miranda sebagai tersangka karena tidak cukup bukti dan tidak sesuai SOP. Namun Abraham tetap mengumumkan Miranda sebagai tersangka.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

”Apakah kemudian kami mau melakukan itu? Kami digaji oleh rakyat, kami tidak mau munafik, kami punya beban moral untuk berkata sebenarnya. Jangan kemudian kami digaji besar, kami tidak profesional. Kami ingin menunjukkan bahwa saya mampu," kata dia menjelaskan. “Hanya mungkin Abraham Samad cari popularitas murahan dengan mengobral janji-janji di DPR.”

Hendi mengaku menentang keputusan Abraham. Bahkan, karena saking marahnya, pernah menunjuk-nunjuk ke arah Abraham. Karena sengkarut itu, Hendi pun hendak ditarik ke Polri pada Maret lalu. Namun penarikan tersebut batal. “Samad pernah usahakan saya agar keluar dari KPK dengan melapor ke Kapolri,” kata Hendi.

Dia mengatakan pimpinan KPK periode ketiga ini bekerja sesuka hati dan tak profesional. "Kalau sekarang yang terjadi ini saya sampaikan ke DPR adalah untuk menyelamatkan KPK. Ini KPK sudah rawan karena kompetensi pimpinan, terutama di bawah Abraham Samad, sudah di luar harapan kami dari awal."

Penilaian berbeda dikemukakan Ajun Komisaris Besar Yudhiawan. Meskipun di Balai Wartawan keduanya duduk berdampingan, Yudhiawan mengatakan penyidikan dan penyadapan di KPK sudah sesuai aturan. "Kalau yang saya alami, semuanya sudah tepat," kata Yudhiawan.

Sebagaimana Hendi, Yudhiawan sudah lebih dari enam tahun bertugas di KPK. Dia terakhir menangani kasus suap wisma atlet di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Setelah itu, dia menjadi staf di Bagian Supervisi dan Koordinasi KPK. 

Selepas dari KPK pada September lalu, Yudhiawan sekarang bertugas di Bareskrim Polri dengan jabatan Kepala Sub-Direktorat IV Tindak Pidana Korupsi. Demikian pula Hendi, yang kini berdinas di Bareskrim.

Ketua KPK Abraham Samad enggan menanggapi “curhat” bekas anak buahnya. “Saya no comment. Biar publik yang menilai,” katanya saat dihubungi.

RUSMAN PARAQBUEQ | TRI SUHARMAN

Baca juga:
Marzuki Alie Kritik KPK
2014, Boediono Nyapres?  
Kata Dipo Tentang Kabinet Retak
Peran Ola Akan Diungkap dari Hillary K. Chimezie
7 Gembong Narkoba LP Nusa Kambangan Dicokok
Sekolah Kartini 1: Ribuan Alumnus, Tak Jua Diakui

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

14 Januari 2019

Suasana kediaman Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif setelah diserang dengan bom molotov di Jalan Kalibata Selatan, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019. Menurut keterangan saksi, kejadian penyerangan terhadap kediaman Laode terjadi pada pukul 01.00 WIB dinihari dengan ditemukannya botol berisikan spritus dan sumbu apai. TEMPO/Muhammad Hidayat
Polri Akui Ada Kendala Identifikasi Teror Bom Pimpinan KPK

Polisi mengakui menemukan kendala dalam mengidentifikasi bom molotov dan bom palsu di rumah pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif.


Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

25 Juni 2017

Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di Rumah Sakit Mata Jakarta Eyes Center di Menteng, Jakarta Pusat, 11 April 2017. TEMPO/Yohanes Paskalis
Idul Fitri, Novel Baswedan Salat Id di Masjid Dekat Rumah Sakit

Karena kondisi matanya belum pulih, Novel Baswedan hanya bisa merayakan Idul Fitri di rumah sakit di Singapura.


Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

19 Mei 2017

Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 12 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan didepan kediamannya dikawasan Kelapa Gading, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Alasan Polisi Belum Bisa Mengungkap Penyerang Novel Baswedan

Polda Metro Jaya membantah bekerja lambat dalam mengungkap kasus serangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.


Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

26 April 2017

Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan. TEMPO/Ijar Karim
Kapolda Metro: Serangan ke Novel Sangat Terencana, Digambar Dulu  

Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Mochamad Iriawan mengatakan serangan kepada Novel Baswedan sangat terencana dengan baik.


2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

24 April 2017

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Polisi RP Argo Yuwono. TEMPO/M. Iqbal Ichsan
2 Orang yang Difoto Dekat Rumah Novel Ternyata Informan Polisi

Dua orang yang difoto dekat rumah Novel Baswedan berprofesi sebagai debt collector sekaligus jadi informan polisi untuk kasus pencurian motor.


Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

21 April 2017

Sejumlah aktifis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 12 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan didepan kediamannya dikawasan Kelapa Gading, Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Polisi Periksa Terduga Pelaku Serangan ke Novel Baswedan

Polisi tengah memeriksa seorang yang diduga pelaku penyiram air keras pada Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.


Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

13 April 2017

Novel Bawesdan meninggalkan ruang perawatan di JEC, 12 April 2017. TEMPO/Budi Setyarso
Tiga Regu Khusus Ini Selidiki Teror Air Keras terhadap Novel Baswedan  

Polda Metro Jaya membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan.


Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

13 April 2017

Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK
Teror Tak Lumpuhkan Novel dan KPK

Air keras disiramkan ke wajah Novel Baswedan. Patut diduga, otak pelakunya berkeinginan agar Novel roboh dan KPK rapuh. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Novel Baswedan adalah ikon di KPK. Karena itu, menyerang Novel berarti pula menggempur KPK.


Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

12 April 2017

Sejumlah aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membawa topeng foto Novel Baswedan di gedung KPK, Jakarta, 11 April 2017. Mereka meminta KPK dan aparat kepolisian untuk segera mengusut kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik senior KPK Novel Baswedan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Kapolda: Jangan Blunder Lama Ungkap Serangan ke Novel Baswedan

Kapolda Metro Jaya Irjen Mochammad Iriawan meminta seluruh jajarannya untuk bekerja maksimal mengungkap kasus serangan terhadap Novel Baswedan.


Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

12 April 2017

Novel Bawesdan meninggalkan ruang perawatan di JEC, 12 April 2017. TEMPO/Budi Setyarso
Serangan ke Novel Baswedan, Kapolda Metro: Ada yang Menyuruh

"Tentu ada motif. Ada pelaku di lapangan yang menyiram tentu ada yang menyuruh. Tidak mungkin berdiri sendiri," ucap Iriawan.