TEMPO.CO, Gresik - Lumpur yang bercampur gas metan di Desa Metatu, Kecamatan Benjeng, Kabupatan Gresik, berhenti menyembur sejak Senin pagi pukul 06.00 WIB. Lokasi bekas semburan meninggalkan lubang berbentuk L sedalam 4,5 meter. ”Sudah berhenti total,” kata petugas Taruna Siaga Bencana (Tagana), Yadji, Selasa, 27 November 2012.
Selama sepekan terakhir, semburan dari sumur peninggalan zaman Belanda yang muncul sejak 13 November lalu berangsur-angsur mengecil sehingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gresik menarik petugas Tagana dari lokasi sejak Senin siang, meski pemantauan tetap dilakukan.
Baca Juga:
Bupati Gresik, Sambari Halim, juga memastikan lokasi semburan sudah aman. Namun bentuk tindakan lebih lanjut menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah daerah hanya memberikan izin terkait bangunan, lokasi, dan izin gangguan (HO). “Sampai sekarang belum ada keputusan dari pemerintah pusat. Kami masih menunggu,” ujarnya.
Saat diketahui pertama kali menyembur, semburan lumpur yang keluar dari dalam sumur itu mencapai ketinggian 10 meter. Hasil penelitian Tim Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral maupun Joint Operating Body Pertamina PetroChina East Java (JOB PPEJ) menunjukkan adanya kandungan gas metan dalam semburan tersebut sebesar 46 persen.
Kandungan gas metan yang cukup besar tersebut membuat semburan rawan terbakar. Pemerintah setempat pun memasang tanda bahaya di lokasi untuk menjauhkan masyarakat hingga radius 50 meter.
Selama berlangsungnya semburan, lokasi tersebut berubah menjadi obyek wisata. Beberapa warga yang penasaran ingin menyaksikan langsung semburan yang sempat disebut-sebut mirip dengan lumpur panas Lapindo di Porong, Sidoarjo. Mereka tidak hanya datang dari Gresik, tapi juga Surabaya dan Sidoarjo.
AGITA SUKMA LISTYANTI