TEMPO.CO, Berlin - Kedutaan Besar Repubblik Indonesia di Jerman menyatakan, semua agenda pertemuan anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat di Berlin, Jerman, merupakan rekomendasi dari Persatuan Insinyur Indonesia.
"Kami hanya mengkonsolidasikan," kata Konselor Sosial dan Budaya KBRI, Ayodhia G.L Kalake, kepada Tempo di sela acara Bali Day di Institute International for Journalism, Potsdamer Platz, Berlin, Jerman, Kamis, 22 November 2012.
Kedutaan, menurut Ayodhia, sudah mendengar rencana kedatangan sebelas anggota Badan Lesgilasi sejak sebulan lalu. Kemudian, pihaknya menghubungi lembaga-lembaga di Jerman yang hendak dikunjungi oleh anggota Badan Legislasi tersebut.
Ayodhia menambahkan, sebelum melakukan konsolodasi, pihaknya meminta draf Rancangan Undang-Undang Keinsinyuran yang dimaksud. "Tapi kami belum pernah dikasih," ujar Ayodhia. Pihak kedutaan besar justru mendapat draf RUU itu dari situs PII.
Menurut Ayodhia lagi, jadwal kunjungan yang tercatat di lembaran kedutaan hanya sampai pada Selasa, 21 November 2011. "Saya rasa sekarang mereka sudah pulang," katanya.
Sebelas anggota Badan Legislasi DPR menggelar kunjungan kerja ke Deutsches Institut fur Normung. Lawatan ke Jerman ini salah satu dari serangkaian lawatan Badan Legislasi terkait dengan studi banding yang membahas rancangan undang-undang keinsinyuran. Rombongan yang dipimpin Sunardi Ayub, politikus Partai Hanura, ini rencananya berada di Jerman hingga Jumat, 23 November mendatang.
Namun, Deutsches Institut fur Normung menilai kunjungan anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat ke lembaganya salah alamat. Perwakilan Deutsches Institut, Bernd Maskos, menyebutkan mereka tidak memiliki kompetensi menjelaskan standardisasi profesi keinsinyuran seperti maksud kunjungan anggota DPR itu.
»Lembaga kami melakukan standardidasi terkait dengan item teknis, seperti produk dan mesin,” kata Maskos kepada Tempo di Berlin, Jerman. Ia sudah menyampaikan hal ini kepada Kedutaan Besar Indonesia di Jerman. »Tapi mereka bilang: 'Tidak, kami ingin bertemu dengan Anda. Ini sangat penting',” ujarnya menirukan jawaban pihak Kedutaan.
Pegiat antikorupsi di Indonesia sebelumnya sudah mengecam studi banding ini karena dianggap menghamburkan uang negara. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menyebutkan, kunjungan ke Jerman menggerus anggaran Rp 1 miliar. Padahal DPR juga berniat melawat ke Inggris membahas draf undang-undang serupa. Ongkos ke Inggris diperkirakan Rp 1,3 miliar.
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Berlin yang ikut memantau kegiatan DPR di Deutsches Institut mengungkapkan, pertemuan salah alamat itu berlangsung dua jam. Awalnya hanya sembilan anggota DPR yang datang. Namun, dua anggota, satu lelaki dan satu wanita datang terlambat. Salah satunya Anna Muawanah dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, menyusul sekitar 15 menit sebelum pertemuan usai.
Kedua orang tersebut tampak repot menyeret koper masing-masing. Tak ada satu pun pernyataan dari anggota Badan Legislasi selama memasuki gedung. Mereka memilih bungkam. »Hanya ada anggota DPR yang melambaikan tangan ke kamera kami. Ya, satu atau dua orang,” ujar Ketua PPI Berlin, Yoga Kartiko.
Singkat kata, Sunardi Ayub yang mengepalai rombongan, merangkum hasil pertemuan sekitar 15 menit sebelum acara berakhir. »Intinya Sunardi sadar mereka salah alamat. Ia menyimpulkan, DIN tak berkaitan dengan standardisasi insinyur,” ujar Alavi Ali, mahasiswa yang mengikuti jalannya rapat.
FEBRIANA FIRDAUS (BERLIN)