TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Ignatius Mulyono mengakui kemungkinan salah informasi terkait kunjungan anggota DPR ke Deutsche Institut fur Normung, Jerman. “Informasi yang kami terima DIN itu lembaga yang mengolah masalah keinsinyuran,” katanya kepada Tempo, Rabu malam, 21 November 2012.
Saat ditanya kemungkinan lembaganya menerima informasi yang salah tentang kunjungan kerja ke Jerman untuk pembahasan draf rancangan undang-undang keinsinyuran, Mulyono membenarkan. “Itulah informasi yang kami terima, sehingga memilih DIN,” ujar dia.
Namun Mulyono mengaku belum mendapatkan laporan terkait kunjungan hari pertama anggota DPR di Berlin. “Saya belum dapat laporan dari teman-teman yang ada di sana,” ujar dia. Mulyono menyebut kunjungan ke Jerman sudah dipersiapkan dengan baik.
“Untuk urus visa saja kami butuh 14 hari,” kata dia. Total waktu persiapan untuk berangkat studi banding ke Jerman sendiri diakuinya selama satu bulan. “Selama waktu itu, kami terus0terusan berkoordinasi dengan KBRI di Jerman,” ujar dia.
Hari ini nggota Badan Legislasi DPR menggelar kunjungan kerja ke Deutsches Institut. Lawatan ke Jerman ini salah satu dari serangkaian lawatan 11 anggota Badan Legislasi dalam rangka studi banding yang membahas rancangan undang-undang keinsinyuran. Rombongan yang dipimpin Sunardi Ayub, politikus Partai Hanura, ini rencananya berada di Jerman hingga Jumat mendatang.
Namun, Deutsches Institut fur Normung menilai kunjungan anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat ke lembaganya salah alamat. Perwakilan Deutsches Institut, Bernd Maskos, menyebutkan mereka tidak memiliki kompetensi menjelaskan standardisasi profesi keinsinyuran seperti maksud kunjungan anggota DPR itu.
“Lembaga kami melakukan standardidasi terkait dengan item teknis, seperti produk dan mesin,” kata Maskos kepada Tempo di Berlin, Jerman. Ia sudah menyampaikan hal ini kepada Kedutaan Besar Indonesia di Jerman. “Tapi mereka bilang: 'Tidak, kami ingin bertemu dengan Anda. Ini sangat penting',” ujarnya menirukan jawaban pihak Kedutaan.
Pegiat antikorupsi di Indonesia sebelumnya sudah mengecam studi banding ini karena dianggap menghamburkan uang negara. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran menyebutkan, kunjungan ke Jerman menggerus anggaran Rp 1 miliar. Padahal DPR juga berniat melawat ke Inggris membahas draf undang-undang serupa. Ongkos ke Inggris diperkirakan Rp 1,3 miliar.
Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Berlin yang ikut memantau kegiatan DPR di Deutsches Institut mengungkapkan, pertemuan salah alamat itu berlangsung dua jam. Awalnya hanya sembilan anggota DPR yang datang. Namun, dua anggota perempuan, salah satunya Anna Muawanah dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, menyusul sekitar 15 menit sebelum pertemuan usai.
Kedua orang tersebut tampak repot menyeret koper masing-masing. Tak ada satu pun pernyataan dari anggota Badan Legislasi selama memasuki gedung. Mereka memilih bungkam. “Hanya ada anggota DPR yang melambaikan tangan ke kamera kami. Ya, satu atau dua orang,” ujar Ketua PPI Berlin, Yoga Kartiko.
Singkat kata, Sunardi Ayub yang mengepalai rombongan, merangkum hasil pertemuan sekitar 15 menit sebelum acara berakhir. “Intinya Sunardi sadar mereka salah alamat. Ia menyimpulkan, DIN tak berkaitan dengan standardisasi insinyur,” ujar Alavi Ali, mahasiswa yang mengikuti jalannya rapat.
SUBKHAN JUSUF HAKIM | FEBRIANA FIRDAUS (BERLIN)