TEMPO.CO, Jakarta – Mantan Menteri Perindustrian, Fahmi Idris, yang juga pemrakarsa pengajuan uji materi UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, menilai pemerintah tak serius menanggapi proses gugatan di Mahkamah Konstitusi. “Masak perwakilan dari pemerintah hanya eselon 3,” kata Fahmi Idris pada Jumat, 16 November 2012.
Perwakilan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral itu, kata Fahmi, tak seimbang melawan pakar seperti Kwik Kian Gie, Rizal Ramli, ataupun Kurtubi. “Sejak awal proses di MK, saya sudah yakin bahwa kami bisa menang,” kata Fahmi. Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi itu dan membubarkan BP Migas pada 13 November 2012.
Menurut Fahmi, dia pertama kali mendapat undangan dari Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin untuk mengajukan gugatan uji materi UU Migas. Pertemuan pertama diselenggarakan pada 2011 di kantor PP Muhammadiyah. “Ajakannya berbunyi untuk membebaskan operasi minyak dan gas dari kepentingan neokapitalisme,” kata Fahmi.
Dalam pertemuan pertama, kata Fahmi, dia bertemu dengan Kurtubi. Dalam pertemuan berikutnya, baru hadir Kwik Kian Gie, Sholahudin Wahid, dan Ichsanuddin Noorsy. “Kami itu intens membahas bersama pakar mengenai teori dan konsep operasi minyak dan gas,” kata Fahmi.
Menurut dia, tak pernah ada lobi khusus atau pertemuan nonformal dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. ataupun hakim konstitusi lainnya. “Kami menghindari pembicaraan secara nonformal,” ujarnya.
YULIAWATI | AGUNG SEDAYU
Berita Terpopuler:
Gaya Keras Ahok Jadi Shock Therapy Pemda DKI
Deddy Mizwar Pasrah kepada Eep Saefulloh Fatah
Mengapa Pengusaha Tak Mau Outsourcing Dihapus?
Manipulasi Rp 16,1 Triliun di BP Migas
Tolak UMP Rp 2,2 juta, Pengusaha Siap Gugat Jokowi